Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/11/2013, 20:50 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com -
Tak sedikit  orangtua yang percaya kalau makanan pedas dapat memberi manfaat bagi anak-anak. Rasa pedas diharapkan meningkatkan nafsu makan anak sehingga bisa mereak dapat mengasup lebih banyak nutrisi. Namun makan pedas ternyata tak selalu berdampak positif.
 
Sejumlah dokter anak di Amerika Serikat mengatakan, makan pedas utamanya berupa camilan seperti chips atau keripik bisa mengakibatkan sejumlah kunjungan ke ruang gawat darurat yang sebetulnya bisa dicegah. Menurut para dokter, panganan pedas meningkatkan risiko sakit perut usai mengkonsumsinya.
 
“Di lingkungan kami ada beberapa orang yang suka mengkonsumsi makanan pedas, dan datang ke rumah sakit karena kebiasaan tersebut. Mereka menderita luka pada saluran pencernaan di perutnya (peptic ulcer disesase),” kata dr. Martha Rivera dari White Memorial Medical Center, Los Angeles, pada KABC-TV.
 
Hal ini terjadi pada Andrew Medina yang berusia 12 tahun. Andrew menyukai panganan pedas dan mengkonsumsinya hingga 20-30 kantong per bulan. Akibatnya Andrew menderita sakit perut dan harus dilarikan ke rumah sakit.
 
Dokter mendiagnosa Andrew menderita gastritis, yaitu luka pada garis tepi perut. Penyakit ditandai rasa kembung, panas, dan muntah. “Rasanya seperti sedang terluka dan sangat sakit,” kata Andrew pada KABC-TV.   
 
Menurut dokter khusus kegawatdaruratan dari Lenox Hill Hospital, New York, Dr. Robert Glatter, pada CBS News, semakin banyak konsumen yang mengeluh tak nyaman akibat konsumsi berlebihan panganan pedas. Rasa sakit dan tak nyaman ini terletak di perut bagian atas dan merambat hingga rongga dada. Rasa sakit ini mungkin diakibatkan kandungan bumbu dan cabai merah pada panganan tersebut.
 
Rasa sakit yang ditimbulkan panganan pedas tentu sangat mengkhawatirkan, terutama bila terjadi pada anak usia sekolah. Sehingga, beberapa sekolah di New Mexico, California and Illinois melarang keberadaan panganan ini karena kandungan nutrisi yang ternyata kurang. Pelarangan ini diharapakan mendorong anak untuk mengkonsumsi panganan yang lebih bergizi seperti keju, apel, atau pretzel.  
 
Meski merugikan, panganan pedas nyatanya terus dikonsumsi. Beberapa ilmuwan dan dokter mengatakan, panganan pedas menimbulkan adiksi sehingga terus dikonsumsi.

“Rasa asin dan banyak lemak lebih disukai tubuh, otak, dan pusat saraf, yang dibuktikan reaksi lebih kuat dibanding konsumsi segenggam kacang,” kata psikolog klinis dari University of Michigan, Ashley Gearhardt, pada Chichago Tribune.

Hal ini mengakibatkan ketergantungan, selalu menginginkan, dan kehilangan kontrol saat mengkonsumsinya.

Mengetahui kondisi ini, seorang anak sebaiknya tidak mengkonsumsi panganan pedas. Seorang anak juga sebaiknya tidak mengkonsumsi snack yang diproduksi dalam jumlah besar. Panganan ini akan mengakibatkan gartritis dan risiko kesehatan lainnya. “Rasa pedas tentu menimbulkan rasa tidak nyaman, begitu pula risiko yang ditimbulkan,” kata Rivera. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com