Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/11/2013, 10:45 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

KOMPAS.com - Mendengkur kerap dianggap kebiasaan alami yang timbul saat tertidur pulas. Sebaiknya mulai saat ini mendengkur tidak lagi dianggap seperti itu lagi. Pasalnya mendengkur mungkin bisa jadi gejala atau pemicu penyakit yang lebih serius.

Pakar kesehatan tidur dari Sleep Clinic RS Premier Bintaro, Lanny S. Tanudjaja mengatakan, di balik mendengkur ada risiko kesehatan yang banyak, antara lain kualitas tidur buruk, badan tidak segar, siang hari mudah mengantuk, kekurangan oksigen berulang sepanjang malam, stres pada jantung, otak, dan organ lain, dan memperberat kerja jantung yang bisa memicu serangan jantung.

"Saat mendengkur, sebenarnya ada hambatan udara yang harusnya masuk ke dalam tubuh melalui jalur napas. Itulah yang membuat tubuh kekurangan oksigen," ujarnya dalam diskusi kesehatan bertajuk "Bahaya Mendengkur dan Penanganannya" di Jakarta, Rabu (27/11/2013).

Bahkan Lanny mengatakan, pasiennya yang mengalami gangguan mendengkur berat atau yang dikenal juga dengan istilah obstructive sleep apnea (OSA) ada yang napasnya berhenti hingga 78 detik. Waktu tersebut merupakan periode henti napas terlama yang pernah dia tangani.

Kondisi tidak bernapas hingga 78 detik, lanjut dia, tentu sangat berbahaya bagi tubuh. Pasalnya, tubuh akan kekurangan pasokan oksigen yang didapatkan dari aktivitas bernapas. Inilah yang kemudian membuat penurunan fungsi dari organ-organ yang seharusnya mendapat cukup oksigen.

"Saat dalam keadaan sadar atau bangun, mungkin kita tidak bisa menahan napas selama itu. Tapi saat tidur, kita tidak sadar sehingga bisa saja menahan napas hingga selama itu," paparnya.

Lanny mengatakan, semua organ membutuhkan oksigen untuk dapat bekerja dengan baik. Jika dalam waktu lama tidak mendapatkan oksigen yang memadai, kerja organ semakin berat. Dan jika terjadi secara berulang-ulang, fungsi organ pun mengalami penurunan.

"Semua organ bisa mendapatkan dampaknya, dari mulai jantung, otak, ginjal, liver, dan organ-organ lainnya," kata dia.

Lebih lanjut Lanny menjelaskan, OSA umumnya ditangani dengan penggunaan alat continuous positive airway pressure (CPAP) saat tidur. Terapi tersebut adalah standar emas bagi OSA. Namu selain itu, penderita OSA juga perlu mengubah posisi tidur, menurunkan berat badan, jadwal tidur tetap, dan olahraga teratur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com