Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/01/2014, 19:15 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

Sumber ncbi,racgp

KOMPAS.com –
Menilik dari benda-benda yang dikonsumsi, tak heran bila gangguan makan pica berisiko buruk bagi tubuh. Kendati begitu, kebiasaan melahap barang yang tidak mengandung gizi ini tidak langsung berefek buruk bagi penderitanya.
 
Dari studi yang dilakukan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada penderita pica. Berikut penjelasannya
 
1. Umumnya terlihat normal
 
Penderita pica umumnya bertingkah laku seperti masyarakat lainnya. Kebiasaan aneh ini baru ketahuan bila sudah menimbulkan gejala merugikan bagi penderitanya, misal rasa tidak nyaman bagi perut. Namun rasa tidak nyaman pada penderita pica tentu tak bisa dianggap biasa. Penderita harus segera ditangani supaya tak kekurangan nutrisi.
 
Dalam laporannya, peneliti asal India Suddhendu Chakraborty menemukan, penderita baru dibawa ke rumah sakit setelah 3 bulan terakhir mengkonsumsi paku besi. Gangguan ini baru diketahui setelah dokter mendiagnosa kebiasaan makan penderita. Sebelunya penderita dirujuk ke rumah sakit karena rasa tidak nyaman pada perut penderita yang merupakan wanita berusia 27 tahun.
 
Lain cerita datang dari ilmuwan University of WA dan University of Notre Dame, Western Australia, Daniel Howarth yang melaporkan penderita pica berusia 3 tahun. Pasien dilaporkan ke rumah sakit setelah 4 hari kehilangan nafsu makan dan hari ke dua pingsan. Anak tersebut terlihat pucat dan kesulitan buang air besar. Anak tersebut dikabarkan gemar mengonsumsi tanah dan hidup di area yang rawan terpapar limbah timbal.
 
Kendati begitu, anak tersebut dilaporkan normal layaknya kebanyakan. Namun perut anak tersebut sedikit buncit dengan bagian kiri atas sangat lembut. Anak tersebut juga memiliki irama usus besar yang lebih tinggi dibandingkan normal.
 
2. Menderita anemia 
 
Sesuai laporan Chakraborty, umumnya penderita pica mengalami kekurangan zat besi, serum ferritin, dan zinc. Hal ini diakibatkan konsumsi zat tak bernutrisi yang menghalangi penyerapan zat besi oleh tubuh. 
 
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mengetahui kandungan timbal dalam darah. Penderita pica berisiko terpapar timbal dalam kadar cukup tinggi, apalagi bila tinggal di kawasan yang trecemar limbah.
 
Hasil ini ditegaskan pemeriksaan Howarth pada darah pasiennya yang berusia 3 tahun. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan anemia dengan kadar haemoglobin 76 g/L, jauh dari keadaan normal 110-145 g/L. Volume sel darah merah juga sangat rendah yaitu 54 fL, jauh dari normal yaitu 72-87 fL. Pemeriksaan menegaskan tingginya paparan timbal pada penderita geophagia. Kadar timbal dalam darah mencapai 8 µg/dL, lebih tinggi dari kadar normal Amerika sebesar 5 µg/dL.
 
3. Pemeriksaan sinar X
 
Pemeriksaan sinar X akan menegaskan diagnosa dokter terkait pica. Dalam risetnya, Howarth melaporkan, pemeriksaan sinar X memperlihatkan objek tidak tembus cahaya dalam jumlah tertentu di usus besar. Objek serupa juga kerap dilihat pada penderita tuberkulosis atau benjolan berkapur pada limfa, namun tidak dalam skala sebanyak penderita pica yang mengkonsumsi tanah (geophagia).
 
Chakraborty juga melakukan pemeriksaan sinar X untuk menegakkan diagnosa pica. Hasilnya terdapat objek tidak tembus cahaya pada saluran pencernaan penderita. Objek ini merupakan hasil konsumsi paku besi yang kerap dilakukan.
 
4. Penanganan segera
 
Penderita pica sebaiknya segera ditangani. Selain membutuhkan dokter untuk memulihkan saluran cernanya, penderita pica membutuhkan bantuan ahli jiwa untuk memulihkan gangguan makannya. Ahli jiwa juga dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi mentalnya, karena beberapa kasus pica berkaitan dengan situasu kejiwaan seseorang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com