Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/02/2014, 21:09 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com
-  'Drummer' legendaris Koes Plus, Murry, dikenal memiliki kebiasaan merokok dan riwayat penyakit diabetes.  Dua faktor ini diyakini sangat mempengaruhi kondisi kesehatan musisi kawakan itu menjelang akhir hayatnya.

Kasmuri (64) alias Murry "Koes Plus tutup usia pada Sabtu (1/2/2014) kira-kira pukul 05.00 WIB. Berdasarkan keterangan dari anak almarhum, Rico Valentino Murry, kondisi kesehatan ayahnya mendadak turun drastis dan sempat mengalami gangguan pernafasan.

Jelang kepergiannya, almarhum sempat minta AC di ruangannya dimatikan karena kedinginan. Sekitar pukul 04.30, Murry dikabarkan mulai mengeluhkan sesak nafas sehingga harus dilarikan ke Rumah Sakit.  "Sampai Rumah Sakit Permata Cibubur jam 05.00 itu, jam 05.00, Bapak sudah enggak ada," tutur Rico di sela acara pemakaman, Sabtu (1/2/2014)..

Menurut ahli paru yang juga Direktur Utama RSUP Persahabatan, Jakarta, Mohammad Syahril, kebiasaan merokok, apalagi sudah terbilang berat, sangat mungkin dapat menimbulkan sensasi gangguan pernafasan sebelum almarhum berpulang.

"Kalau dilihat dari bagaimana dia meninggal, rokok mengakibatkan hambatan dalam pasokan oksigen menuju jantung yang mengakibatkan korban merasa sesak. Kendati bukan tidak mungkin memang ada masalah dengan paru-parunya," kata Syahril, pada KOMPAS Health Minggu (2/2/2014).

Kebiasaan merokok, lanjut Syahril, memang identik dengan adanya gangguan paru. Namun gangguan tersebut,  kemungkinan tidak dirasakan oleh pecandu termasuk almarhum.  Dugaan adanya gangguan paru, kata Syahril, tentunya harus diperjelas dengan hasil pemeriksaan.

"Gangguan paru akibat rokok, tidak hanya kanker tapi juga obstruktif kronis (OK). Dunia kedokteran kerap menyebutnya paru-paru melar," terangnya.

Syahril mengasosiasikan paru-paru "melar" layaknya selang yang membesar karena terisi air. Paru-paru yang melar terisi radikal bebas dan racun yang mengurangi kapasitas paru-paru. Radikal bebas dan racun juga menyebabkan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Akibatnya paru-paru tidak bisa mengembang sempurna ketika berkontraksi.

Pengembangan yang tidak sempurna menyebabkan udara tidak mengisi rongga paru dengan maksimal. Hal ini diperparah adanya racun dan radikal bebas yang telah memenuhi rongga paru. Minimnya udara yang masuk rongga paru, mengakibatkan oksigen yang mampu ditangkap dan diedarkan darah ke seluruh tubuh semakin sedikit.

Hal ini menyebabakan penderita obstruktif kronis tampak lemas dengan nafas yang sesak. Penderita OK juga kerap mengalami nyeri dada, akibat banyaknya unsur kimia beracun dalam paru-parunya. Pada penderita OK sedang dan berat, gangguan ini bisa dilihat melalui cara bernafas dan anatomi rongga dadanya yang berubah.

"Sebetulnya cerita bisa berubah, bila korban mau berhenti merokok. Dengan dibarengi terapi yang rutin, fisik korban bisa kembali sehat," kata Syahril.    
 

Rokok dan diabetes
 
Murry yang bernama asli Kasmuri juga diketahui menderita diabetes, kendati berada dalam pengawasan penuh sehingga gula darahnya tidak berfluktuasi (under control).  "Dia memang ada diabet, tapi under control. Itu sudah menahun. Dan dia rokoknya kuat, kopinya kuat," kata Rico.

Dengan kebiasaan merokok, penyakit diabetes yang dimiliki Murry menjadi ancaman serius. Hal ini dikarenakan kandungan nikotin dan zat kimia berbahaya lainnya dari asap rokok dapat menyebabkan resistensi insulin.

"Selama masih merokok maka proses penyembuhan yang dijalani tidak memberi manfaat maksimal. Kandungan dalam rokok akan menjadi faktor risiko yang menstimulasi perkembangan penyakit. Akibatnya perbaikan kondisi tidak segera terwujud," kata Syahril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com