Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak dengan Gangguan Mental Cenderung Mengidap Pica

Kompas.com - 17/03/2014, 11:48 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

KOMPAS.com – Anak dengan keterlambatan perkembangan mental cenderung mengalami gangguan perilaku konsumsi sesuatu yang bukan makanan, atau disebut pica.

Menurut psikiater anak dari FKUI-RSCM, Fransiska Kaligis, dalam literatur dikatakan angka persebaran pica pada anak dengan retardasi metal mencapai 15 persen. Indonesia sendiri belum memiliki data pasti berapa angka kejadian pica sampai saat ini dan apa faktor penyebabnya.

“Memang ada beberapa teori namun tidak diterima secara universal. Sebagian berpendapat pica lebih besar kemungkinan terjadi bila ada keluarga yang mengalami gangguan yang sama. Ada juga yang menghubungkan dengan minimnya pasokan gizi pada anak, yaitu besi dan zinc, hingga menimbulkan keinginan untuk konsumsi materi non makanan,” kata Fransiska kepada Kompas Health.          

Pica, jelas Fransiska, adalah suatu perilaku menetap untuk konsumsi substansi yang bukan makanan dan sudah berlangsung lebih dari satu bulan. Perilaku ini tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak dan kultur yang berlaku. Menurut Fransiska, perilaku ini ada hubungannya dengan belum matangnya tahap perkembangan pada anak.

“Anak yang masih terlalu muda atau mengalami keterlambatan perkembangan serta tidak mendapat pengawasan, mungkin saja belum mengerti yang dikonsumsi bukanlah makanan. Bahkan kerap kali asupan tersebut menimbulkan rasa puas,” kata Fransiska.

Bisa sembuh
Kendati begitu, pica bukanya tidak bisa disembuhkan. Fransiska mengatakan, langkah pertama yang harus ditentukan adalah pemicu gangguan. Bila pica dipicu penelantaran orangtua maka kondisi itulah yang diperbaiki terlebih dulu. Namun bila pica merupakan dampak keterlambatan perkembangan mental maka gangguan itulah yang diperbaiki terlebih dulu.

Terapi pica, kata Fransiska, fokus pada perilaku dan edukasi orangtua. Terapi perilaku misalnya, orangtua memberikan penghargaan ketika anak melakukan hal positif termasuk saat anak mengonsumsi asupan yang merupakan makanan. Sedangkan dari sisi edukasi, orangtua menjadi contoh perilaku makan yang baik kepada anak. Orangtua bersama anak kemudian bisa melakukan koreksi berbagai kebiasaan makan yang salah. Tentunya pemberian contoh dibarengi juga dengan perhatian dan kasih sayang, yang akan meningkatkan hasil terapi.

Tidak menular
Pica, kata Fransiska, umumnya tidak menular atau mendatangkan sugesti pada anak lain untuk melakukan hal serupa. Kalaupun menular biasanya tidak akan bertahan lama, apalagi jika anak memiliki tahapan perkembangan sesuai umur. Perilaku ini juga tidak bertahan lama pada anak yang memiliki kemampuan intelektual baik.

“Pica biasanya hanya berlangsung sementara dan akan perlahan hilang seiring usia. Namun pada penderita retardasi mental, pica memang bisa berlangsung lama. Yang penting selama anak menjalani tumbuh kembang pastikan memberi perhatian yang cukup, sehingga anak tahu asupan mana yang bisa dimakan,” kata Fransiska.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com