Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/04/2014, 17:56 WIB
Unoviana Kartika

Penulis



KOMPAS.com -
Pengobatan malaria di Indonesia menghadapi tantangan besar, yaitu penurunan efikasi atau kemampuan menyembuhkan penyakit. Ini berarti parasit penyebab malaria tetap bertahan hidup meski obat sudah diberikan sesuai dosis rekomendasi. Sebagai solusinya, sejak 2004 pilihan utama untuk pengobatan malaria yaitu obat kombinasi dihidroartemisinin dan piperakuin fosfat (DHP).
 
Sayangnya, pengobatan DHP tersebut sepanjang 2004-2012 hanya disediakan pemerintah melalui Spesial Acces Scheme (SAS) yang ditujukan untuk pasien tidak mampu.

Oleh karena itu PT Mersifarma TM bekerja sama dengan perusahaan Tiongkok Beijing Holley Cotec meluncurkan obat DHP yang dijual di apotek untuk pasien umum. Meskipun begitu obat ini tetap melalui resep dokter.

 
"Obat dengan sistem SAS tidak memiliki nomor izin edar, ini dikhususkan untuk obat yang sangat dibutuhkan untuk penyakit tertentu, makanya tidak bisa dijual di apotek. Masalah yang timbul kemudian adalah sulitnya mendapatkan obat tersebut bagi masyarakat umum," ujar Dani Pratomo, production director dari PT Mersifarma dalam acara peluncuran obat DHP Frimal di Jakarta, Jumat (25/4/2014).
 
Dani mengatakan, obat DHP akan dipasarkan dan didistribusikan di Indonesia dalam waktu dekat, khususnya pada daerah-daerah dengan tingkat kejadian malaria yang tinggi. Sejauh ini obat masih diproduksi di Tiongkok.
 
Presiden Direktur PT Mersifarma F Tirto Koesnadi mengatakan, meski masih berstatus obat impor namun obat DHP sudah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia. Secara bertahap dalam jangka waktu lima tahun ke depan akan dilakukan proses alih teknologi sehingga produksi akan dilakukan di Indonesia.
 
Obat DHP sendiri merupakan obat anti malaria yang mengandung kombinasi dua zat aktif yaitu dihidroartemisinin sebanyak 40 miligram dan piperakuin fosfat 320 miligram. Dosis obat diminum tiga kali sehari selama tiga hari. Aturan dosis ini jauh lebih singkat dibanding pengobatan konvensional.
 
Joseph Mu, peneliti dari Beijing Holley Cotec mengatakan, obat DHP saat ini menjadi obat anti malaria yang direkomendasikan WHO. Pasalnya obat ini memiliki efikasi yang terbaik bagi malaria, selain itu banyak pula kelebihan lainnya.
 
"Kelebihannya antara lain kerja obat lebih cepat, efek obat bertahan lama, tingkat kepatuhan pasien yang lebih baik," jelasnya.
 
Studi di beberapa negara, termasuk Indonesia, di tahun 2003-2005 menunjukkan, kemampuan obat untuk membunuh parasit yaitu di atas 98 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau