KOMPAS.com - Saat mendengar kata hipertensi, orang akan berpikir tentang tekanan darah tinggi yang meningkatkan risiko penyakit jantung. Namun, ternyata hipertensi juga dapat terjadi di satu organ spesifik yaitu paru-paru, yang dampaknya bisa fatal.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Rina Ariani mengatakan, hipertensi paru-paru atau hipertensi pulmonal terjadi karena peningkatkan tekanan pada paru-paru.
Tekanan darah pada paru-paru ini berbeda dengan tekanan darah tubuh. Jika tekanan darah pada tubuh normalnya 120 mmHg untuk sistol dan 80 mmHg untuk diastol, seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90 mmHg.
"Sementara itu, tekanan darah paru-paru hanya 25/10 mmHg dan lebih dari itu sudah dikatakan hipertensi pulmonal," kata Rina dalam seminar dalam rangka peringatan hari hipertensi pulmonal di Jakarta, Sabtu (10/5/2014).
Peningkatan tekanan di paru-paru, lanjut dia, akan mengganggu bahkan menggagalkan fungsi organ ini. Peningkatan terjadi karena timbulnya penyempitan di pembuluh darah yang menuju ke paru-paru. Penyempitan itu kemudian bisa menjadi sumbatan yang menggagalkan aliran darah untuk mencapai paru-paru.
Rina menjelaskan, paru-paru sebenarnya merupakan organ tempat darah mengambil oksigen, yang kemudian dipompa lagi oleh jantung ke seluruh tubuh. Namun ketika tekanan darah terlalu tinggi pada paru-paru, maka proses tersebut pun akan terganggu.
Penyebab hipertensi pulmonal bisa berasal dari gangguan pada pembuluh darah di paru-paru atau dari kondisi penyakit lainnya yang akhirnya mempengaruhi tekanan darah ke paru-paru.
Penyakit lainnya antara lain kelainan jantung bawaan, penyakit paru-paru obstruksi kronis, serta asma yang sudah terjadi dalam waktu lama. Hipertensi pulmonal juga terjadi karena adanya kelainan jaringan ikat, khususnya yang menuju paru-paru.
Kendati penyakit ini memiliki komplikasi yang serius, namun gejala klinis dari penyakit ini seringkali tidak spesifik, seperti sesak napas saat beraktivitas, cepat lelah, pusing, pingsan, kaki bengkak, detak jantung cepat, dan lain-lain.
"Seringkali hipertensi pulmonal didiagnosis penyakit lain dan baru didiagnosis tepat saat kondisi sudah memburuk," kata dokter dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.