Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/08/2014, 14:57 WIB

KOMPAS.com — Kementerian Kesehatan menyiagakan sekitar 100 rumah sakit rujukan flu burung di 31 provinsi untuk menghadapi kemungkinan ada pasien positif tertular virus ebola. Penanganan dua jenis penyakit itu secara umum hampir sama karena termasuk penyakit bersumber dari binatang atau zoonosis dan disebabkan virus.

”Kami memanfaatkan rumah sakit yang dulu untuk penanganan flu burung. Karena sama-sama akibat virus, penanganan pasien ebola lebih kurang sama dengan pasien flu burung,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi seusai upacara peringatan Kemerdekaan RI, Minggu (17/8), di Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Kemenkes telah berkoordinasi dengan sekitar 100 RS rujukan flu burung agar menyiapkan diri menghadapi kemungkinan penularan virus ebola. Tenaga kesehatan pun telah mengetahui prosedur penanganan pasien yang positif tertular ebola, termasuk mengenakan alat pelindung diri yang memadai.

Seratus RS rujukan flu burung yang tersebar di 31 provinsi itu ditetapkan lewat Keputusan Menkes pada 10 April 2007. Perinciannya, 29 RS berlokasi di Pulau Sumatera, 32 RS di Pulau Jawa, 9 RS di Bali dan Nusa Tenggara, 13 RS di Kalimantan, 16 RS di Sulawesi, serta 1 RS di Papua.

Nafsiah menjelaskan, pasien yang positif tertular ebola akan langsung dikarantina di RS-RS yang telah dilengkapi fasilitas isolasi itu. Pasien dikarantina agar bisa diobati dengan baik dan tak menulari orang lain.

Sementara itu, Wakil Menkes Ali Ghufron Mukti menyatakan, meskipun 100 RS di sejumlah daerah telah siaga jika terjadi penularan ebola di Indonesia, rujukan akan diprioritaskan di RS khusus. Salah satu rumah sakit khusus itu adalah RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta.
Keamanan perjalanan

Terkait perjalanan luar negeri, menurut Ghufron, pemerintah belum mengeluarkan larangan bepergian ke negara-negara dengan kasus ebola, yakni Guinea, Liberia, Sierra Leone, dan Nigeria. Pemerintah sebatas mengimbau agar warga Indonesia lebih waspada, antara lain menghindari kontak langsung dengan penderita ebola dan tenaga kesehatan yang merawat serta tak mendekati hewan-hewan.

”Perilaku hidup sehat juga penting, seperti mencuci tangan dengan sabun dan makan makanan matang. Lebih dari itu, jika tak ada kepentingan mendesak, perjalanan sebaiknya ditunda,” kata Ghufron.

Pihaknya juga telah mengirim surat edaran ke semua pelabuhan dan bandara di Indonesia agar para petugas kesehatan meningkatkan kewaspadaan. ”Jika menduga seseorang tertular ebola, petugas kesehatan harus langsung mengisolasi,” ujarnya.

Menurut Ghufron, pencegahan penularan ebola dimasukkan dalam prosedur kesehatan jemaah haji dan umrah yang akan berangkat ke Arab Saudi. Meski ada perbedaan khusus, penanganan kasus ebola secara umum mirip penanganan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) yang disebabkan virus korona.

”Pada setiap kloter keberangkatan haji, ada satu dokter dan dua perawat. Mereka telah dibekali kemampuan menangani MERS. Kemampuan itu lebih kurang bisa dipakai untuk menangani ebola,” kata Ghufron.

Laporan Eksekutif 13 Agustus dari Posko Kejadian Luar Biasa Kemkes mencatat, kasus terduga penularan ebola belum ditemukan di Indonesia. Di dunia, akibat ebola, 373 pasien meninggal di Guinea, 323 orang meninggal di Liberia, 315 penderita meninggal di Sierra Leone, dan 2 orang meninggal di Nigeria. (A03)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com