Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/08/2014, 17:06 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com -
Disadari atau tidak, semakin hari semakin banyak ditemukan orang dengan berat badan berlebih atau obesitas. Menurut British Population Survey (BPS) pada 2014, jumlah pria gemuk enam kali lebih banyak dari 10 tahun yang lalu. Sementara untuk wanita adalah 3,5 kalinya dibandingkan dengan tahun 2004.

Hasil survei itu pun cukup relevan menggambarkan data di Indonesia. Prevalensi obesitas menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 meningkat jika dibandingkan dengan Riskesdas 2010. Angka obesitas pria pada 2010 sekitar 15 persen dan sekarang menjadi 20 persen. Pada wanita persentasenya dari 26 persen menjadi 35 persen.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia Zaenal Abidin menilai, semakin meningkatnya prevalensi obesitas dikarenakan perubahan gaya hidup, misalnya pola makan yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak, serta menurunnya laju aktivitas fisik.

Obesitas, lanjut dia, harus menjadi perhatian karena merupakan pintu masuk dari banyak penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, atau stroke yang meningkatkan risiko kematian.

"Penyakit-penyakit itu mematikan, baik perlahan-lahan atau langsung seketika itu," ujarnya saat membuka konferensi pers dalam rangka ulang tahun Klinik lightHOUSE di Jakarta, pada Rabu (20/8/2014).

Karena meningkatkan risiko penyakit, obesitas tentu akan meningkatkan beban kesehatan negara karena besarnya anggaran untuk mengatasi penyakit-penyakit kronik.

Zaenal mengingatkan upaya menekan angka obesitas, baik kuratif atau memperluas edukasi tentang bahaya obesitas.

Dokter pakar fisiologi dan pemerhati gaya hidup Grace Judio-Kahl memaparkan, pemahaman mengenai obesitas secara komprehensif perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah penderita obesitas. Pasalnya, banyak faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi obesitas, baik secara fisik maupun psikologis.

Bukan hanya orang kaya

Banyak yang berpikir obesitas merupakan kondisi yang dialami orang dengan tingkat ekonomi menengah ke atas karena kondisi ini seringkali dikaitkan dengan "kelebihan gizi". Padahal obesitas justru juga banyak terjadi pada orang-orang dengan tingkat ekonomi rendah.

"Mereka tidak bisa membeli makanan dengan gizi lengkap dan seimbang. Makanan yang harganya murah adalah makanan instan yang tinggi karbohidrat dan lemak," tutur Zaenal.

Kunci memerangi obesitas tidak hanya pada upaya mengurangi makanan berlemak, tetapi juga memperhatikan kandungan gizi dari makanan supaya bisa dikonsumsi dalam takaran yang lengkap dan seimbang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau