Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/06/2015, 12:00 WIB

KOMPAS.com - Kasus keracunan makanan cukup sering terjadi di sekitar kita. Penyebabnya beragam, bisa karena makanan yang dimasak kurang matang atau makanan tercemar bakteri.

Penyebab keracunan makanan atau sering disebut gastroenteritis adalah bakteri (misalnya Salmonella, E.coli, Campylobacter) atau pun virus (norovirus).

Bakteri atau virus tersebut bukan saja berasal dari makanan yang kita asup, tapi juga dari kontak dengan orang yang terinfeksi, atau tidak mencuci tangan setelah dari toilet.

Gejala keracunan makanan sangat bervariasi, dari yang sangat ringan (sakit perut) hingga yang paling parah (demam dan diare nonstop). Tergantung pada jenis cemaran mikrobanya, namun gejala tersebut bisa muncul 8 jam setelah makan atau 2 minggu kemudian.

Secara umum keracunan makanan ditandai dengan rasa sakit pada perut, mual, suhu tubuh naik, diare, muntah, kram, atau kembung.

Cara mengatasi

- Jangan minum obat antidiare yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. Tubuh kita sedang berusaha membuang kuman yang membuat kita sakit, karena itu jangan ganggu proses alami ini dengan menghentikan diarenya.

- Jaga hidrasi tubuh. Ganti cairan yang hilang dengan minum cukup air untuk mencegah dehidrasi. Minuman mengandung elektrolit atau air kelapa sangat dianjurkan. Makanlah makanan yang mudah dicerna, misalnya pisang atau nasi.

Bila Anda adalah orang dewasa sehat dengan sistem imun yang baik, kebanyakan keracunan makanan akan sembuh sendiri setelah beberapa hari. Secara umum tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mempercepat penyembuhannya. Hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah beristirahat dan minum cukup cairan.

Segeralah ke dokter jika Anda mengalami diare yang disertai dengan demam tinggi, Anda mengalami pusing dan terus-terusan merasa haus, Anda tidak bisa makan atau minum selama 24 jam, atau detak jantung menjadi cepat.

Tindakan medis segera juga dibutuhkan jika Anda keracunan makanan yang berasal dari tiram, jamur, atau makanan kaleng. Toksin dari makanan tersebut biasanya lebih berbahaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau