Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembelit 10 Tahun, Pria Ini Simpan Tinja Seberat 5 Kg

Kompas.com - 09/09/2015, 10:37 WIB
Dian Maharani

Penulis

Sumber Dailymail

KOMPAS.com — Konstipasi atau sembelit merupakan kondisi susah buang air besar yang menyebabkan tinja tidak terbuang selama lebih dari satu hari. Dalam kasus yang tidak terlalu parah, sembelit hanya terjadi beberapa hari. Lalu, bagaimana jika sering sembelit selama puluhan tahun seperti yang dialami seorang pria berusia 27 tahun di Tiongkok?

Seperti dikutip dari Mail Online, pria yang tidak disebutkan identitasnya itu telah mengalami sembelit dalam 10 tahun terakhir. Ia sudah sering mengeluh sakit perut dan keluar masuk rumah sakit. Namun, saat itu, dokter tidak tahu apa yang menyebabkan perutnya sakit.

Hingga akhirnya, ia memeriksakan diri ke Second People's Hospital di Chengdu, Sichuan, Tiongkok, karena mengalami sakit perut yang sangat parah. Pria itu kemudian menjalani pemeriksaan dengan sinar-X dan scan.

Hasil pemeriksaan sangat mengejutkan. Usus pria itu ternyata telah membengkak dua kali lipat dari ukuran normal. Saat diperiksa lebih lanjut, usus membesar karena terdapat tumpukan tinja atau kotoran yang tidak dikeluarkan dalam waktu cukup lama.

Pria itu kemudian menjalani operasi pemedahan usus. Ternyata, sudah terdapat tumpukan  tinja sebesar 5 kilogram (kg) di ususnya. Hal itulah yang menyebabkan ia menderita sakit perut selama puluhan tahun. Akibat pembengkakan ususnya, organ hati pria itu juga mengalami pergeseran ke kanan.

Menurut konsultan pencernaan di Rumah Sakit St Mark di Harrow, dokter Ayesha Akbar, pria itu menderita megakolon kongenital, yakni usus besar mengalami dilatasi dan bisa menyebabkan otot-otot di usus besar tidak aktif.

Tidak aktifnya otot di usus besar menyebabkan tidak ada kontraksi yang dapat mendorong tinja keluar dari usus. Akhirnya, seseorang mengalami sembelit. Dalam kasus yang lebih parah, megakolon kongenital dapat memicu tumbuhnya tumor.

Berdasarkan sebuah studi yang diterbitkan di Jurnal Pediatrics, megakolon biasanya ditemukan pada masa kanak-kanak, yakni pada bayi yang memiliki riwayat konstipasi sejak lahir, muntah-muntah, dan perutnya mengalami pembengkakan.

Megakolon kongenital juga menjadi salah satu penyebab kematian bayi pada minggu-minggu pertama kehidupan. Jika bayi yang memiliki kelainan bawaan itu mampu bertahan hidup, maka harus selalu menjalani enema atau memasukkan cairan ke kolon untuk membantu pengeluaran kotoran hingga operasi.

Kelainan ini hanya terjadi pada satu dari setiap 5.000 bayi yang lahir. Akbar menjelaskan, bayi yang lahir normal, dalam masa bertumbuhannya terdapat sel-sel saraf di usus yang membentuk jaringan saraf bernama pleksus myenteric. Jaringan saraf itu membantu fungsi usus bekerja dengan baik. Pada orang yang memiliki megakolon kongenital, sel-sel saraf tersebut tidak membentuk dengan sempurna.

"Orang dengan kondisi ini (megakolon kongenital) memiliki kekurangan serat saraf dan otot tidak rileks sehingga tinja tidak bisa melewati usus dengan baik," ujar Akbar yang juga juru bicara British Society of Gastroenterology itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com