Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/09/2015, 07:19 WIB
KOMPAS.com - Gaya hidup kurang bergerak merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes. Sebenarnya hal itu bukan cuma terjadi karena faktor kegemukan, tapi juga berkaitan dengan otot-otot yang jarang digunakan.

Penyakit diabetes terjadi karena terganggunya fungsi pankreas sehingga tidak bisa cukup menghasilkan insulin atau tidak bisa memproduksi insulin yang diperlukan untuk memasukkan gula darah ke dalam sel.

Menurut penjelasan ahli endokrin dr.Aris Wibudi, Sp.PD, kerusakan pankreas sebenarnya adalah "korban" dari berbagai kondisi. "Semua terjadi karena gangguan fungsi otot, jaringan lemak, dan juga liver," paparnya dalam acara media diskusi mengenai diabetes yang diadakan oleh Mediabetea di Jakarta (21/9/15).

Ia mengatakan, otot yang jarang digunakan akan menjadi kecil. Padahal, otot adalah penyangga metabolik utama. "Makin bagus ototnya, makin baik pula metaboliknya. Otot juga tidak perlu besar seperti binaragawan, tapi proporsional," ujarnya.

Kemampuan otot dalam menyerap gula dalam darah sangat tergantung pada massa otot. Karena itu jika otot kita kecil akibat jarang dipakai, maka gula yang terserap pun terganggu.

"Kalau kita jarang bergerak, akan terjadi kelebihan energi yang akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam rongga perut. Makanya orang yang jarang memakai ototnya biasanya lemak di perutnya juga bertambah," kata dokter yang pernah menjadi dokter kepresidenan ini.

Tumpukan lemak di perut berdampak buruk bagi tubuh karena lemak tersebut menghasilkan zat-zat yang merusak atau pro-inflamasi. Dampak yang terlihat antara lain asam urat tinggi, kadar trigliserida di atas 100 dan kadar kolesterol baik (HDL) kurang dari 35.

Semakin banyak lemaknya, makin tinggi pula zat-zat yang merusak tersebut, termasuk di otot sehingga pada akhirnya mengganggu fungsi insulin.

"Tidak perlu aktivitas fisik yang berat untuk membentuk massa otot, yang penting teratur 5 kali dalam seminggu dengan durasi sekitar 30-45 menit tergantung pada denyut nadi," ujarnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com