Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/10/2015, 07:20 WIB

KOMPAS.com - Akibat kebakaran hutan, masalah kabut asap yang sudah berbulan-bulan semakin mengkhawatirkan hingga saat ini. Setiap hari ribuan warga harus menghirup udara yang tak bersih, ratusan warga terserang ISPA dan pneumonia, bahkan mulai memakan korban jiwa.

Menghirup udara yang tercemar setiap hari tentu bukanlah sesuatu yang baik bagi kesehatan tubuh. Udara penuh dengan partikel dan gas yang dihasilkan dari pembakaran hutan. Partikel dan gas yang terkandung diantaranya adalah nitrogendioksida, sulfurdioksida, dan ozon yang terkandung dalam kabut asap.

Jika partikel dan gas tersebut terhirup, maka bisa menyebabkan iritasi di saluran pernapasan. Akibatnya, terjadi pembengkakan atau peradangan saluran napas yang merangsang produksi dahak. 

Produksi dahak normal terjadi, ketika iritasi untuk membersihkan saluran napas ketika dahak dibuang. Namun, kabut asap yang terjadi berhari-hari dan terus terhirup membuat produksi dahak berlebihan. Inilah yang kemudian menyebabkan akumulasi dahak, kuman masuk, dan terjadilah ISPA.

Ketika ISPA tidak diatasi dan terus terpapar kabut asap, kuman akan menyebar ke saluran pernapasan bawah dan terjadilah pneumonia. Pneumonia ditandai dengan sulit bernapas, batuk berdahak, hingga demam. Kabut asap juga bisa memperburuk kesehatan orang-orang yang telah mengidap penyakit kronis. 

Lantas, apakah paparan kabut asap bisa memberikan efek jangka panjang bagi kesehatan tubuh dan menyebabkan kanker paru? Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Persahabatan Agus Dwi Susanto mengatakan, secara teori bisa terjadi penurunan fungsi paru-paru jika teriritasi terus-menerus, karena terpapar zat berbahaya. 

Selain itu, dalam kabut asap mengandung partikel m10 yang bersifat karsinogen. "Karsinogen itu bahan yang berpotensi kanker. Artinya, orang yang terpajan karsinogen bisa berisiko. Tetapi, sampai saat ini belum ada data yang menunjukkan bahwa terpajan kebakaran asap menyebabkan kanker," terang Agus di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Jumat (2/10/2015). 

Agus menjelaskan, untuk menjadi kanker paru butuh paparan karsinogen dalam waktu bertahun-tahun dan terjadi secara kontinyu, seperti pada seorang perokok. Sedangkan dalam kasus kabut asap, warga tentunya tak lagi terpapar karsinogen jika bencana kabut asap berakhir. Sebab, tubuh memiliki kemampuan untuk membersihkan paru ketika kembali menghirup udara segar. 

"Secara fisiologi, tubuh punya kemampuan untuk membersihkan. Kalau orang-orang menghirup udara kotor, besoknya (menghirup) udara bersih, maka pembersihan tubuh akan bekerja," jelas Agus. 

Meski belum ada data di Indonesia, penelitian di luar negeri mengungkapkan terjadinya kematian dini pada 1.000-2000 orang per tahun akibat sering terpapar polusi udara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com