Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/11/2015, 14:04 WIB
Oleh M. Zaid Wahyudi

Masyarakat di sekitar Sungai Waeapo dan Teluk Kayeli di Pulau Buru, Maluku, yang tercemar merkuri perlu mendapat perhatian serius pemerintah.

Konsumsi air dan binatang air dari wilayah itu harus dihentikan sampai kandungan merkuri di air dan biota perairan itu memenuhi ambang batas aman. Jika itu tak dilakukan, kesehatan warga jadi taruhan.

Merkuri jadi satu-satunya logam berbentuk cair. Merkuri anorganik dipakai untuk memisahkan emas dari tanah. Pembuangan limbah merkuri sembarangan membuat merkuri masuk ke sungai, teluk, dan lautan. Merkuri pun mengendap di sedimen dasar perairan.

Endapan merkuri itu bisa dimakan plankton, tingkat terbawah rantai makanan di perairan. Sejak masuk metabolisme makhluk hidup, merkuri anorganik berubah jadi metil merkuri yang merupakan merkuri organik.

Sebagai logam berat, merkuri amat sulit diurai dalam tubuh makhluk hidup, termasuk manusia, sehingga tertinggal di tubuh selamanya. Karena itu, merkuri di plankton berpindah ke serangga air atau binatang air kecil lain yang makan plankton itu.

Demikian juga saat hewan air kecil dimakan ikan lebih besar. Akibatnya, ikan besar di puncak rantai makanan mengandung merkuri lebih besar daripada hewan kecil perairan.

"Itu membuat sejumlah negara membatasi perdagangan dan konsumsi ikan hingga besaran ukuran tertentu," kata ahli kimia pangan, yang juga Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Nuri Andarwulan, Sabtu (14/11).

Paparan merkuri juga ditentukan habitat dan pola gerak binatang air. Dalam perjalanan dari sungai ke laut, merkuri menurun konsentrasinya akibat bertambahnya volume air dan luasan wilayah.

Jadi, ikan di tingkat rantai makanan sama di sungai dekat tambang emas punya kadar merkuri lebih besar daripada di muara atau teluk.

Selain itu, binatang air dengan pola gerak terbatas, seperti udang, kerang, dan kepiting, punya kadar merkuri lebih tinggi daripada ikan dengan kemampuan jelajah tinggi.

Binatang dengan gerak terbatas terpapar merkuri tinggi sepanjang hidup, sedangkan hewan berdaya jelajah tinggi bisa mengurangi paparan merkuri pada dirinya.

Riset Domu Simbolon dari Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan IPB dan rekan, dalam Kandungan Merkuri dan Sianida pada Ikan yang Tertangkap dari Teluk Kao, Halmahera Utara, di jurnal Ilmu Kelautan, September 2010, menyebut, kadar merkuri ikan di Teluk Kao yang tercemar penambangan emas tinggi. Merkuri lebih banyak terkonsentrasi di hati dibandingkan daging ikan.

Ikan di perairan tercemar merkuri biasanya punya tumor dan luka di lapisan kulit luar. Jika ikan yang terpapar bahan kimia beracun itu dikonsumsi manusia, itu memicu akumulasi merkuri pada tubuh dan menimbulkan berbagai penyakit.

Gangguan kesehatan

Merkuri masuk tubuh manusia lewat beragam cara. Selain dari air dan bahan pangan tercemar, merkuri masuk melalui saluran pernapasan atau kulit.

Sumber cemaran merkuri beragam, mulai dari penambangan emas, pembakaran batubara di pembangkit listrik tenaga uap, industri, hingga penambangan batu sinabar yang mengandung 70-80 persen merkuri.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com