KOMPAS.com - Pernah merasa seolah sakit parah namun ketika diperiksa dokter tak ada keanehan atau gangguan apapun?
Bisa jadi, hal itu merupakan gejala psikosomatis. Psikosomatis adalah kondisi yang membuat penderitanya seolah mengalami gejala fisik yang nyata karena pengaruh pikiran dan emosi.
Penyakis psikosomatis terjadi karena stres emosional yang menyebabkan rasa sakit fisik atau gejala lain.
Banyak orang mengira psikosomatis adalah khayalan atau hanya ada di pikiran penderitanya saja.
Kenyataanya, gejala fisik psikosomatis itu nyata dan memerlukan pengobatan yang sama dengan penyakit lainnya.
Bagaimana stres memicu psikosomatis?
Saat stres, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin dan kortisol yang menyebabkan detak jantung serta tekanan darah meningkat.
Meningkatnya adrenalin dan kortisol juga bisa menekan sistem pencernaan dan memengaruhi sistem kekebalan.
Hal ini bertujuan agar tubuh memiliki banyak energi untuk melawan stres. Setelah penyebab stres hilang, tubuh akan kembali ke kondisi rileks.
Jika stres terus-menerus terjadi, organ dan fungsi tubuh bisa mengalami efek samping.
Apalagi, kecemasan dna depresi bisa menurunkan toleransi tubuh terhadap rasa sakit.
Gejala stres kronis yang sering terjadi, antara lain:
Stres dan trauma juga dapat memicu gangguan autoimun seperti tiroiditis Hashimoto, psoriasis, radang sendi rematik, dan sebagainya.
Jika dibiarkan berlanjut, psikosomatis bisa memicu berbagai komplikasi seperti:
Bagaimana cara mengatasinya?
Psikosomatis terjadi karena adanya tekanan psikologis. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan meminta bantuan profesional kesehatan mental.
Profesional kesehatan mental biasanya akan menggunakan psikoterapo, khususnya terapi perilaku kognitif (CBT).
CBT dapat membantu pasien untuk mengatasi kesehatan dan gejala fisik, mengurangistres, meningkatkan produktivitas, mengatasi depresi, dan kesehatan mental yang memicu psikosomatis.
https://health.kompas.com/read/2020/12/12/060000468/mengapa-stres-bisa-memicu-gangguan-psikosomatis-