Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/09/2021, 13:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tularemia adalah penyakit menular yang langka yang dapat menginfeksi hewan dan manusia.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Francisella tularensis dan sering menyerang kulit, mata, kelenjar getah bening dan paru-paru.

Tularemia dapat menginfeksi burung, domba, dan hewan peliharaan, seperti anjing, kucing, dan hamster. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan manusia dapat terinfeksi penyakit ini.

Baca juga: Cara Mencegah Infeksi karena Gigitan Anjing

Melansir Mayo Clinic, manusia dapat terinfeksi tularemia melalui beberapa cara, seperti gigitan serangga dan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.

Tularemia sering terjadi di daerah pedesaan karena terdapat banyak mamalia, burung dan serangga yang mungkin terinfeksi bakteri Francisella tularensis.

Penyebab

Tularemia memiliki beberapa cara penularan kepada manusia, diantaranya melalui:

  1. Gigitan serangga, seperti kutu dan lalat
  2. Kontak langsung terhadap tubuh hewan yang terinfeksi dengan mata, mulut, atau luka pada kulit
  3. Bakteri di udara
  4. Mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri Francisella tularensis
  5. Mengolah atau mengonsumsi daging kelinci yang tidak dimasak hingga matang

Meski terdapat beberapa cara penularan, penyakit ini tidak menular antarmanusia.

Gejala

Gejala tularemia sangat bervariasi menyesuaikan dengan cara bakteri menginfeksi.

Namun, mayoritas penderita mengalami demam hingga mencapai 40 derajat Celsius dalam tiga sampai lima hari.

Baca juga: Apakah Gigitan Kucing Berbahaya bagi Kesehatan?

Berikut beberapa jenis tularemia dengan gejalanya masing-masing:

  1. Ulceroglandular, bentuk paling umum yang muncul karena gigitan kutu atau lalat dengan gejala ulkus kulit yang muncul pada area bakteri masuk, kelenjar getah bening bengkak dan nyeri, demam, panas dingin, dan sakit kepala.
  2. Glandular, disebabkan gigitan kutu atau lalat rusa yang terinfeksi dengan gejala kelenjar getah bening bengkak tanpa adanya ulkus pada kulit.
  3. Oculoglandular, terjadi karena bakteri masuk melalui mata dengan gejala iritasi dan peradangan pada mata, serta pembengkakan kelenjar getah bening di depan telinga.
  4. Oropharyngeal, disebabkan karena mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan gejala demam, sakit tenggorokan, sakit perut, muntah, diare, pembengkakan kelenjar getah bening di leher.
  5. Pneumonia, disebabkan dari tercemarnya udara dengan gejala batuk kering, nyeri dada, dan sulit bernapas. Ini merupakan jenis paling serius dari tularemia.
  6. Tipes, termasuk bentuk tularemia yang ditandai dengan kombinasi gejala umum, seperti demam tinggi dan menggigil, nyeri otot, sakit tenggorokan, muntah dan diare, pembesaran hati, dan radang paru-paru.

Faktor risiko

Meski dapat menyerang siapa pun beberapa kondisi di bawah ini meningkatkan risiko terinfeksi tularemia, yakni:

  1. Tinggal atau mengunjungi daerah tertentu yang pernah mengalami wabah tularemia.
  2. Memiliki hobi atau pekerjaan tertentu, misalnya berburu, berkebun, dan melakukan pekerjaan yang berhubungan langsung dengan satwa liar atau kedokteran hewan.

Baca juga: Waspadai, Cakaran dan Gigitan Kucing Bisa Sebabkan Infeksi Berbahaya

Diagnosis

Tularemia bisa sulit didiagnosis. Ini karena tularemia merupakan penyakit yang langka.

Sering kali, gejala kondisi ini bahkan disalahartikan sebagai penyakit lain yang lebih umum.

Untuk itu, penting untuk menjelaskan apakah Anda mengalami gigitan kutu atau kontak dengan hewan yang sakit atau mati.

Dokter mungkin akan menyarankan tes darah dan kultur untuk mendapatkan diagnosis yang tepat tularemia.

Perawatan

Tularemia dapat diobati dengan mengonsumsi anitibiotik yang diresepkan oleh dokter.

Dokter dapat memberikan antibiotik melalui suntikan langsung ataupun menggunakan obat-obatan.

Pengobatan biasanya berlangsung 10 hingga 21 hari menyesuaikan dengan stadium penyakit dan obat yang digunakan.

Meskipun gejala dapat berlangsung selama beberapa minggu, tingkat kesembuhan penyakit ini cukup tinggi.

Komplikasi

Apabila tularemia tidak segera mendapat perawatan kemungkinan akan menimbulkan komplikasi, seperti:

  • Radang paru-paru (pneumonia), menyebabkan kegagalan pernapasan
  • Meningitis, terjadi infeksi di sekitar otak dan sumsum tulang belakang
  • Perikarditis, pembengkakan dan iritasi pada selaput tipis yang mengelilingi jantung
  • Osteomyelitis, infeksi tulang karena bakteri tularemia menyebar ke tulang

Pencegahan

Tidak ada vaksin untuk mencegah tularemia, namun terdapat beberapa cara untuk mengurangi kemungkinan terinfeksi tularemia:

Baca juga: Kenali Bahaya dan Gejala Infeksi Gigitan Kutu Kucing pada Manusia

  1. Melindungi diri sendiri dari gigitan serangga
  2. Menggunakan pelindung diri seperti masker wajah dan sarung tangan saat berkebun
  3. Menggunakan sarung tangan atau pelindung lain ketika melakukan kontak langsung dengan hewan atau mengolah daging hewan, khususnya kelinci
  4. Mencuci tangan dengan sabun setelah melakukan kontak langsung dengan hewan atau mengolah daging hewan
  5. Masak daging hewan dengan suhu yang tepat dan jangan memakan daging hewan liar yang setengah matang
  6. Melindungi hewan peliharaan dari kemungkinan terinfeksi tularemia
  7. Tidak membiarkan hewan peliharaan keluar tanpa pengawasan
  8. Memberikan vaksin antikutu pada hewan peliharaan
  9. Tidak membiarkan hewan peliharaan melakukan kontak langsung dengan hewan liar atau bangkai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com