Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/10/2021, 21:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Henti jantung mendadak atau sudden cardiac arrest (SCA) merupakan kondisi saat jantung berhenti berdetak secara tiba-tiba.

Saat kondisi itu terjadi, darah berhenti mengalir ke otak dan organ vital lainnya.

Jika tidak segera ditangani, henti jantung mendadak dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.

Baca juga: Perbedaan Henti Jantung dan Henti Napas

Biasanya, digunakan defibrilator untuk mengembalikan fungsi jantung.

Alternatif lain dapat meliputi resusitasi jantung paru (RJP), menggunakan defibrilator, atau hanya dengan sekedar memberikan kompresi ke dada.

Gejala

Tanda-tanda henti jantung mendadak dan drastis meliputi:

  • kolaps secara tiba-tiba
  • tidak ada denyut
  • tidak bernapas
  • kehilangan kesadaran

Dalam beberapa kasus, terdapat tanda dan gejala lain sebelum terjadi serangan jantung mendadak, termasuk:

  • rasa tidak nyaman di dada
  • sesak napas
  • kelemahan
  • jantung berdebar cepat (palpitasi)

Namun, henti jantung mendadak umumnya terjadi tanpa adanya gejala apapun.

Penyebab

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan henti jantung mendadak adalah di bawah ini.

Baca juga: Sama-sama Fatal, Ini 3 Perbedaan Serangan Jantung dan Henti Jantung

  • Fibrilasi ventrikel. Sejenis aritmia saat ventrikel (ruang bawah jantung) tidak bergerak secara normal. Sebaliknya, ventrikel berdetak dengan sangat cepat dan tidak teratur. Akibatnya, jantung tidak bisa memompa darah ke tubuh.
  • Penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemik. Terjadi saat arteri tidak dapat memberikan oksigen dalam jumlah ideal ke jantung akibat adanya penyumbatan plak dalam lapisan arteri besar.
  • Beberapa jenis stres fisik dapat memengaruhi sistem impuls listrik jantung, seperti aktivitas yang melepaskan hormon adrenalin. Hormon ini dapat memicu henti jantung mendadak pada penderita masalah jantung.
    Selain itu, kehilangan darah dalam jumlah besar, kekurangan oksigen, serta rendahnya kadar kalium dan magnesium juga dapat menjadi pemicu.
  • Perubahan struktural jantung seperti pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung lanjut.

Faktor risiko lainnya meliputi:

  • merokok
  • tekanan darah tinggi
  • kegemukan
  • riwayat penyakit jantung keluarga
  • riwayat serangan jantung
  • berusia di atas 45 tahun untuk pria, di atas 55 tahun untuk wanita
  • berjenis kelamin laki-laki
  • penyalahgunaan zat

Diagnosis

Henti jantung mendadak terjadi secara tiba-tiba dan membutuhkan perawatan darurat.

Baca juga: 3 Gejala Henti Jantung yang Perlu Diwaspadai

Tidak ada diagnosis yang dilakukan saat henti jantung mendadak terjadi. Namun, setelah terjadi, tenaga medis akan mencari tahu apa yang menyebabkan kondisi tersebut.

Jika memiliki masalah dengan kesehatan jantung, segera konsultasi dengan ahli agar dapat mengetahui cara terbaik melindungi jantung.

Komplikasi

Berkurangnya aliran darah ke otak dapat menyebabkan ketidaksadaran.

Jika detak jantung tidak kembali normal, komplikasi yang mungkin terjadi adalah kerusakan otak dan mengakibatkan kematian.

Penyintas henti jantung mendadak memiliki risiko tanda-tanda kerusakan otak.

Perawatan

Beberapa langkah yang bisa digunakan untuk menangani henti jantung mendadak meliputi hal di bawah ini.

  • Resusitasi jantung paru atau cardiopulmonary resuscitation (CPR).
  • Defibrilasi. Perawatan lanjutan untuk fibrilasi ventrikel, sejenis aritmia yang dapat menyebabkan serangan jantung mendadak. Prosedur ini melibatkan pemberian kejutan listrik melalui dinding dada ke jantung.

Setelah denyut kembali normal, dokter akan mencari tahu penyebab yang menyebabkan henti jantung mendadak.

Penanganan yang setelahnya diberikan akan tergantung pada penyebab yang mendasari.

Baca juga: Memahami Kaitan Serangan Jantung dan Kasus Henti Jantung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com