Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/11/2021, 12:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hipermagnesemia adalah kondisi saat kadar magnesium pada aliran darah terlalu tinggi. Kondisi langka ini biasanya terjadi pada penderita gagal ginjal.

Magnesium adalah mineral yang digunakan tubuh sebagai elektrolit, membawa muatan listrik ke seluruh tubuh saat larut dalam aliran darah.

Zat ini juga berperan dalam kesehatan tulang, fungsi, kardiovaskular, dan neurotransmiter. Biasanya, magnesium tersimpan pada tulang.

Baca juga: Apa yang Terjadi jika Tubuh Kekurangan Magnesium?

Gejala

Gejala hipermagnesemia termasuk:

  • mual
  • muntah
  • gangguan neurologis
  • tekanan darah rendah yang tidak normal (hipotensi)
  • kulit kemerahan
  • sakit kepala.

Kadar magnesium yang sangat tinggi dalam darah dapat menyebabkan:

  • masalah kardiovaskular (jantung)
  • kesulitan bernapas
  • syok
  • kelemahan otot.

Dalam kasus yang parah, hipermagnesemia dapat menyebabkan koma.

Penyebab

Sebagian besar kasus hipermagnesemia terjadi pada orang yang memiliki gagal ginjal.

Kondisi ini dapat terjadi karena proses yang menjaga kadar magnesium pada tingkat ideal tidak bekerja dengan baik pada penderita disfungsi ginjal dan penyakit hati stadium akhir.

Efektivitas ginjal yang terganggu membuatnya tidak dapat membuang kelebihan magnesium. Akibatnya, penderita lebih rentan terhadap penumpukan mineral dalam darah.

Baca juga: 5 Penyebab Kekurangan Magnesium yang Perlu Diwaspadai

Selain itu, beberapa perawatan penyakit ginja kronis, seperti inhibitor pompa proton juga dapat meningkatkan risiko hipermagnesemia.

Faktor risiko lain bagi seseorang dengan penyakit ginjal kronis dapat termasuk malnutrisi dan alkoholisme.

Seseorang dengan fungsi ginjal sehat memiliki risiko sangat rendah terhadap hipermagnesemia.

Jika mengalami, biasanya gejala akan tergolong ringan.

Penyebab lain yang dapat menyebabkan seseorang menderita hipermagnesemia meliputi:

  • terapi lithium
  • hipotiroidisme
  • penyakit addison
  • sindrom susu-alkali
  • obat-obatan yang mengandung magnesium, seperti beberapa obat pencahar dan antasida
  • hiperkalsemia
  • hipokalsiurik familial.

Hipermagnesemia juga dapat terjadi akibat overdosis obat dengan katarsis yang mengandung magnesium.

Diagnosis

Diagnosis terhadap hipermagnesemia dilakukan berdasarkan tes darah.

Melansir Medical News Today, tingkat magnesium yang ideal berada pada tingkat 1,7 hingga 2,3 miligram per desiliter (mg/dL).

Baca juga: Penting untuk Fungsi Tubuh, Berikut 6 Jenis Makanan Kaya Magnesium

Jika berada di atas 2,3 mg/dL hingga sekitar 7 mg/dL, gejala ringan dapat timbul, seperti muka memerah, mual, dan sakit kepala.

Lalu, kadar magnesium di antara 7 dan 12 mg/dL dapat berpengaruh terhadap fungsi jantung dan paru-paru. Penderita juga dapat mengalami kelelahan ekstrem dan tekanan darah rendah.

Jika berada di atas 12 mg/dL, penderita dapat mengalami kelumpuhan otot dan hiperventilasi.

Koma dapat terjadi jika kadar magnesium seseorang berada di atas 15,6 mg/dL.

Perawatan

Hal pertama yang dapat dilakukan untuk menangani hipermagnesemia adalah menghentikan sumber magnesium berlebih.

Penggunaan kalsium intravena (IV) dapat digunakan untuk mengurangi gejala yang timbul, seperti:

  • gangguan pernapasan
  • detak jantung tidak teratur
  • hipotensi
  • dampak neurologis.

Selain itu, diuretik atau pil air juga dapat membantu tubuh membuang kelebihan magnesium.

Penderita disfungsi ginjal atau mengalami overdosis magnesium parah mungkin memerlukan dialisis, khususnya jika terjadi gagal ginjal.

Kadar magnesium juga berpotensi mengalami kadar magnesium tetap meningkat setelah perawatan.

Baca juga: 10 Makanan yang Mengandung Magnesium Tinggi

Pencegahan

Hindari obat yang mengandung magnesium untuk membantu mencegah komplikasi bagi penderita masalah ginjal, termasuk antasida atau pencahar yang dijual bebas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com