Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/12/2021, 09:08 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Divertikulitis merupakan infeksi atau peradangan yang terjadi pada divertikula.

Divertikula adalah kantong-kantong kecil yang menonjol yang terbentuk di sepanjang saluran pencernaan, terutama di dinding bagian dalam usus besar (kolon).

Pembentukan divertikula umumnya terjadi ketika seseorang berusia 40 tahun atau lebih karena dinding usus yang melemah.

Baca juga: 5 Cara Mengelola Gejala IBS (Sindrom Iritasi Usus Besar)

Divertikula juga dapat terbentuk pada orang yang jarang mengonsumsi makanan berserat.

Terbentuknya divertikula pada dinding bagian dalam usus besar disebut dengan divertikulosis.

Divertikulosis bukan kondisi yang berbahaya dan biasanya tidak menimbulkan gejala, serta tidak memerlukan pengobatan khusus.

Meskipun tidak berbahaya, divertikulosis dapat memicu divertikulitis.

Divertikulitis umumnya terjadi dengan disertai gejala, seperti sakit perut hebat, demam, mual, dan gejala lainnya.

Gejala

Merangkum Mount Sinai dan Healthline, gejala divertikulitis dapat bersifat ringan hingga berat.

Gejala yang muncul pun juga dapat terjadi secara tiba-tiba atau berkembang secara bertahap.

Pembentukan divertikula pada dinding usus besar dapat ditandai dengan gejala, seperti:

  • Nyeri pada perut, biasanya pada perut bagian sisi kiri bawah
  • Perut terasa kembung atau begah
  • Diare
  • Sembelit.

Ketika divertikula mengalami peradangan atau terkena infeksi maka penderita akan mengalami divertikulitis yang ditandai dengan gejala, seperti:

  • Nyeri perut yang semakin parah dan berkelanjutan
  • Mual dan muntah
  • Demam dan menggigil
  • Feses berdarah
  • Perdarahan pada dubur (rektum).

Baca juga: Emosi Negatif Memperburuk Sindrom Iritasi Usus Besar, Begini Solusinya

Penyebab

Dilansir dari Cleveland Clinic, hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terbentuknya kantung divertikula.

Akan tetapi, kondisi tersebut diduga terjadi karena kurangnya asupan serat yang menyebabkan sembelit atau konstipasi.

Sembelit akan menyebabkan feses terjebak atau menumpuk di dalam divertikula dan memberi tekanan berlebih pada dinding usus besar.

Peningkatan tekanan pada dinding usus besar dapat menyebabkan divertikula menonjol dan merobek dinding usus besar yang memicu bakteri masuk ke dalam divertikula.

Ketika bakteri dari usus besar masuk ke dalam divertikula akan mengakibatkan peradangan atau infeksi pada divertikula yang menyebabkan divertikulitis.

Faktor risiko

Dirangkum dari Mayo Clinic dan National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, beberapa kondisi yang meningkatkan risiko mengalami kondisi ini, seperti:

  1. Usia, seiring bertambahnya usia risiko terkena divertikulitis akan meningkat
  2. Faktor genetik, terjadinya divertikulitis diduga berhubungan dengan gen tertentu
  3. Kurangnya asupan serat
  4. Kurang aktif bergerak, seperti jarang berolahraga
  5. Efek samping obat-obatan tertentu, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), steroid, dan opioid
  6. Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
  7. Memiliki kebiasaan merokok.

Baca juga: 3 Kesalahan yang Bisa Memperburuk Gejala Sindrom Iritasi Usus Besar

Diagnosis

Mengutip Healthline, diagnosis divertikulitis diawali dengan anamnesis mengenai gejala yang dirasakan dan melihat riwayat kesehatan, serta obat-obatan yang pernah dikonsumsi pasien.

Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada perut pasien guna mendeteksi bagian perut yang nyeri sebagai tanda dari infeksi atau peradangan.

Dokter mungkin juga akan melakukan pemeriksaan colok dubur guna mendeteksi adanya perdarahan, rasa nyeri, gumpalan, atau masalah lain pada dubur.

Untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kondisi lain yang menyebabkan gejala serupa maka dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti

  1. Tes pencitraan, seperti USG perut , MRI perut, CT scan perut, atau rontgen perut untuk mendapatkan gambar saluran gastrointestinal
  2. Tes feses, untuk mendeteksi adanya infeksi pencernaan, seperti Clostridium difficile
  3. Tes urine, untuk mendeteksi berbagai jenis infeksi
  4. Tes darah, untuk memeriksa adanya peradangan, anemia, serta masalah ginjal atau hati
  5. Pemeriksaan panggul pada wanita, untuk mendeteksi masalah kandungan
  6. Tes kehamilan pada wanita, untuk memastikan bahwa sakit perut yang dirasakan pasien bukan karena kehamilan.

Perawatan

Dirangkum dari Everyday Health dan Mayo Clinic, penanganan divertikulitis akan disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala yang dialami oleh pasien.

Pada pasien dengan gejala ringan dan tidak disertai dengan gejala komplikasi maka penanganan yang akan diberikan, meliputi:

Baca juga: 7 Biji-bijian Makanan Berserat Tinggi

  • Obat-obatan

Obat yang dapat diberikan untuk mengobati kondisi ini adalah obat pereda nyeri dan antibiotik.

Obat pereda nyeri, seperti acetaminophen dapat diberikan untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan antibiotik akan diresepkan untuk mengobati infeksi.

  • Diet tinggi cairan dan menghindari makanan padat

Apabila sudah tidak merasakan nyeri maka secara bertahap pasien dapat kembali mengonsumsi makanan padat, seperti roti dan kentang.

Namun, apabila gejala yang dirasakan cukup parah atau memiliki masalah kesehatan yang lain maka pasien mungkin memerlukan penanganan medis.

Penanganan yang dapat diberikan dokter di rumah sakit, antara lain:

  1. Antibiotik suntik, dokter akan menyuntikkan antibiotik ke pembuluh darah untuk mengatasi infeksi bakteri
  2. Pemasangan selang ke lambung, untuk mengosongkan isi lambung dan mengeluarkan abses di divertikula
  3. Operasi
    Prosedur operasi mungkin diperlukan apabila pasien mengalami beberapa kondisi berikut:
    • Terjadi komplikasi, seperti abses usus, fistula usus, obstruksi usus, atau perforasi usus
    • Mengalami divertikulitis berulang
    • Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Baca juga: Apa Penyebab Tumor Usus Besar?

Terdapat dua jenis prosedur operasi yang dapat dilakukan untuk menangani divertikulitis, yakni:

  • Reseksi usus dan anastomosis

Pada prosedur ini dokter akan membuang bagian usus yang meradang dan menyambungkannya kembali dengan bagian usus yang sehat (anastomosis).

  • Reseksi usus dengan kolostomi

Jika peradangan yang dialami pasien cukup luas maka usus besar dan rektum sulit untuk disambungkan kembali.

Maka dari itu, dokter akan melakukan kolostomi dengan membuang bagian usus yang meradang dan membuat lubang pada dinding perut.

Pembuatan lubang pada dinding perut tersebut bertujuan sebagai pengganti anus, yaitu untuk mengeluarkan feses sementara.

Komplikasi

Menurut Cleveland Clinic, jika tidak mendapat penanganan yang tepat maka kondisi ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:

  1. Abses, yaitu terbentuknya kumpulan nanah di divertikula
  2. Perforasi dan peritonitis, yaitu infeksi atau peradangan pada rongga perut
  3. Obstruksi usus, yaitu penyempitan pada usus besar akibat terbentuknya jaringan parut
  4. Fistula, yaitu terbentuknya saluran abnormal yang menghubungkan usus besar dengan organ lain, seperti kulit, kandung kemih, vagina, atau rahim
  5. Perdarahan pada dubur berkelanjutan, terjadi ketika pembuluh darah kecil di dekat divertikula pecah.

Baca juga: 4 Gejala Tumor Usus Besar yang Perlu Diwaspadai

Pencegahan

Merangkum dari Healthline dan WebMD, berikut beberapa tindakan untuk mencegah divertikulitis:

  • Konsumsi makanan tinggi serat, seperti gandum, oatmeal, buah-buahan, dan sayuran
  • Banyak minum air putih, setidaknya 8 gelas per hari
  • Hindari atau batasi bahan pangan olahan, seperti tepung
  • Terapkan gaya hidup sehat, seperti menjaga berat badan tetap ideal dan sehat, rutin berolahraga, dan tidak merokok
  • Pastikan kebutuhan vitamin D terpenuhi
  • Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com