Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/02/2022, 18:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perforasi gastrointestinal terjadi saat terbentuk lubang di sepanjang perut, usus besar, atau usus kecil.

Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti radang usus buntu dan divertikulitis.

Perforasi gastrointestinal juga dapat disebut sebagai:

Baca juga: 4 Penyebab Gastroenteritis yang Perlu Diwaspadai

Perforasi dapat menyebabkan isi lambung, usus halus, atau usus besar meresap ke dalam rongga perut.

Kemungkinan masuknya bakteri berpotensi menyebabkan peritonitis yang mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan cepat.

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, jaringan lapisan tipis yang melapisi perut.

Jika tidak diobati, peritonitis dapat menyebabkan keracunan darah atau sepsis hingga menyebabkan kegagalan organ.

Maka dari itu, orang dengan perforasi gastrointestinal memerlukan perawatan medis darurat.

Perforasi usus adalah keadaan darurat. Perforasi usus adalah keadaan darurat bedah paling umum yang terjadi di seluruh dunia.

Gejala

Gejala perforasi usus dapat bervariasi dan dapat muncul perlahan atau cepat, tergantung pada penyebab yang mendasarinya.

Gejalanya dapat termasuk:

  • sakit perut (sering parah dan menyebar)
  • kram perut yang parah
  • kembung
  • mual dan muntah
  • perubahan kebiasaan buang air besar
  • pendarahan rektal
  • demam (biasanya tidak segera)
  • panas dingin
  • kelelahan.

Baca juga: 4 Penyebab Peradangan Usus yang Perlu Diperhatikan

Penyebab

Terdapat tiga penyebab utama perforasi usus:

  • rusaknya dinding usus karena infeksi, peradangan, atau pneyakit
  • peningkatan tekanan pada usus yang melemahkan dinding usus
  • trauma atau cedera langsung pada dinding usus.

Bentuk trauma paling umum adalah cedera yang tidak disengaja pada usus selama operasi. Terkadang, torehan atau luka terlihat jelas sehingga ahli bedah dapat memperbaikinya selama operasi.

Dalam beberapa kasus, luka tersebut tidak terlihat dan tidak ditangani hingga gejala berkembang setelah operasi.

Perforasi setelah operasi usus juga dapat terjadi saat jahitan atau staples gagal menjaga luka tetap tertutup.

Diagnosis

Untuk mendiagnosis perforasi gastrointestinal, dokter mungkin akan melakukan rontgen dada atau perut untuk melihat udara pada rongga perut.

Dokter juga mungkin akan melakukan CT scan untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik pada lokasi kemungkinan perforasi terjadi.

Pemeriksaan lab juga akan turut dilakukan untuk:

  • mencari tanda-tanda infeksi, seperti jumlah sel darah putih yang tinggi
  • mengevaluasi kadar hemoglobin untuk melihat jika terdapat kehilangan darah
  • mengevaluasi elektrolit
  • mengevaluasi kadar asam dalam darah
  • menilai fungsi ginjal
  • menilai fungsi hati.

Baca juga: Gastritis

Komplikasi

Komplikasi pada perforasi yang tidak diobati dapat meliputi:

  • pendarahan
  • infeksi (seperti peritonitis dan sepsis)
  • kematian.

Komplikasi dapat bergantung pada kesehatan umum seseorang, serta jumlah waktu yang diperlukan untuk mendiagnosis dan mengobati perforasi.

Perawatan

Pengobatan perforasi dilakukan untuk menghentikan isi usus memasuki perut serta mengobati jika terdapat infeksi.

Dalam kebanyakan kasus, pengobatan dapat berupa operasi darurat yang dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotik dan cairan IV.

Jenis operasi juga bergantung pada ukuran, lokasi, dan penyebab lubang.

Dokter mungkin dapat memperbaiki robekan kecil tanpa prosedur lain. Sementar itu, robekan yang lebih besar mungkin memerlukan pengangkatan sebagian usus atau kolostomi untuk memungkinkan usus sembuh.

Kolostomi adalah pembukaan melalui dinding perut yang memungkinkan isi usus keluar. Digunakan sebuah tas khusus untuk menampung isi perut tersebut.

Selama operasi, dotker mungkin perlu membersihkan rongga perut dan mengangkat jaringan yang terinfeksi.

Baca juga: 6 Penyebab Gastritis dan Cara Mengatasinya 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com