Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obesitas Lebih Berbahaya dari Terorisme

Kompas.com - 25/02/2008, 16:30 WIB

SYDNEY - Negara-negara di dunia saat ini terlalu fokus pada pemberantasan terorisme, padahal ada masalah yang tak kalah berbahaya yakni problem obesitas dan penyakit gaya hidup lainnya yang telah membunuh jutaan orang.
 
Peringatan akan bahaya obesitas mengemuka dalam konferensi internasional Oxford Health Alliance Summit di Sydney, Senin (25/2).  Konferensi itu juga merekomendasikan pentingnya membuat prioritas dalam mengatasi bahaya obesitas. Faktor-faktor mematikan seperti buruknya pola makan, merokok serta kurangnya olahraga seharusnya menjadi  prioritas utama dalam upaya memerangi perkembangan epidemik penyakit kronis yang sebenarnya dapat dicegah ini.

Seorang Profesor Hukum Kesehatan asal AS, Lawrence Gostin berpendapat bahwa  terorisme global merupakan ancaman nyata, tetapi menimbulkan risiko lebih kecil dibandingkan obesitas, diabetes atau penyakit akibat merokok.

"Sejak 11 September, kita selalu terseok-seok dari satu krisis ke krisis lainnya, yang tentunya sangat membuat takut  masyarakat. Sementara kita terlalu memberi perhatian pada masalah terorisme, kita juga dibayangi epidemik obesitas yang diam-diam membunuh jutaan orang di seluruh dunia.  Kita mencurahkan sedikit sekali perhatian pada masalah ini,"ungkap Gostin.

Konferensi tahunan Oxford Health Alliance yang didanai oleh Oxford University ini telah digelar untuk kelimakalinya. Hadir dalam pertemuan ini para ahli terkemuka di bidang akademisi, pemerintahan, bisnis, hukum, ekonomi serta perencanaan kota dalam upaya menyuarakan perubahan.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 388 juta orang akan meninggal akibat penyakit kronis di seluruh dunia dalam 10 tahun  ke depan.

"Ada kelumpuhan secara politis dalam menanggapi  isu ini," ungkap  Gostin,  yang juga penasehat pemerintah AS serta Profesor di Universitas Georgetown dan Universitas Johns.

Ia juga mencatat, upaya pencegahan obesitas serta pengaruhnya  terbilang jarang dikemukakan dalam kegiatan kampanye pemilihan Presiden AS.

"Penderitaan manusia masih menakutkan ketika kita mempertimbangkan bahwa obesitas dapat memperpendek rata-rata harapan hidup dari seluruh generasi. Ini berujung pada pembalikkan untuk pertama kalinya dari harapan hidup sejak pengumpulan data dimulai pada tahun 1990," tegasnya.

Pertemuan itu juga mengemukakan beberapa hal misalnya fakta bahwa beberapa ancaman terhadap kesehatan kerap mendapat perhatian pemerintah serta peliputan dari media. Fakta lain adalah penyakit jantung, paru-paru, diabetes dan kanker saat ini dihitung sebagai 60 persen penyebab kematian di seluruh dunia. Ancaman baru terhadap kesehatan sepeti SARS, avian flu, HIV/AIDS, terorisme, bioterorisme dan perubahan iklim juga sugguh dramatis dan membuat emosional.

Konferensi yang dijadwalkan berakhir pada Rabu mendatang ini juga menelorkan "Sydney Resolution" dan meminta  pemerintah dan para pebisnis besar untuk mengambil langkah nyata dalam mencegah kematian prematur jutaan orang akibat penyakit  kronis.

"Cara hidup kita sekarang  membuat sakit, ini membuat  planet menjadi sakit dan tidak  sustainable," ungkap Ruth Colagiuri,  co-director Oxford  Asia-Pacific.

Resolusi Sydney memfokuskan pada empat hal, termasuk pentingnya membuat  kota-kota menjadi lebih sehat seperti mendesain kehidupan yang mempromosikan gaya hidup sehat seperti berjalan kaki, bersepeda dan mengurangi emisi karbon dari kendaraan bermotor.

Kurangnya aktivitas fisik  adalah sebuah faktor risiko pada banyak penyakit kronis dan diperkirakan menjadi penyebab  1,9 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun, ungkap  Tony Capon, profesor studi kesehatan dari Macquarie University, Australia.

Resolusi juga menekan pentingnya mengurangi kadar gula, lemak dan garam dalam makanan, membuat makanan murah segar yang mudah diperoleh, serta meningkatan upaya global untuk menghentikan kebiasaan merokok .

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com