Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sakit Otot Sendi? Senam Rematik Aja

Kompas.com - 25/05/2008, 14:29 WIB

APAKAH Anda sering merasa nyeri atau kaku pada sendi-sendi atau tulang belakang? Sering  sakit sendi berjalan, naik tangga, bangun dari tempat tidur, atau kerap kesulitas saat berpakaian? Bisa jadi apa yang Anda alami merupakan salah satu dari gejala penyakit rematik.

Nyeri sendi akibat rematik hingga kini masih dianggap remeh bagi sebagian besar masyarakat. Padahal rasa sakit yang timbul bisa sangat mengganggu dan membatasi aktivitas Anda sehari-hari.  Di Indonesia,  prevalensi penyakit rematik menurut hasil penelitian Zeng QYet al 2008  mencapai 23,6 persen hingga 31,3 persen. Namun begitu, rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat serta masih berkembangnya mitos soal rematik masih menjadi problema.

Untuk mengatasi  nyeri akibat rematik, pasien memang sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat pengobatan yang tepat. Tetapi kini, ada cara mudah untuk meringankan rasa nyeri serta mencegah terjadinya penyakit rematik dengan sebuah metode gerak tubuh yang dikenal dengan nama senam rematik. 

Senam rematik diperkenalkan kepada masyarakat secara resmi di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Minggu (25/5) bertepatan dengan perayaan delapan tahun eksitensi Celecoxib, obat rematik produksi Pfizer, di Indonesia.  Dalam acara tersebut, sebanyak 700 peserta berusia  30-70 tahun  - yang sebagian besar menderita rematik - ikut ambil bagian.

Senam rematik yang diperkenalkan itu adalah hasil ciptaan Pfizer bersama dua pakar rehab medik dari RSCM FKUI yakni DR. Dr Angela B.M Tulaar SpRM dan Dr. Siti Annisa Nuhonni SpRM.  Dua spesialis itu  mengumpulkan referensi dari berbagai sumber dan kemudian menerjemahkannya ke dalam gerakan tubuh dengan bantuan instruktur senam profesional.

"Gerakan-gerakan dalam senam ini juga tercipta berkat bantuan sekolah balet Namarina.  Masyarakat nantinya dapat mengikuti dan melakukannya dengan panduan keping DVD  yang akan dibagikan secara gratis. DVD ini tidak diperjualbelikan secara komersil. Pasien akan mendapatkannya setelah melalui konsultasi dan rekomendasi dari para dokter," ungkap Marketing Manager PT Pfizer Indonesia  Dr. Deni Martin.

Bukan obat atau terapi
Sementara itu, Dr. Siti Annisa mengingatkan bahwa senam rematik hanyalah satu upaya untuk mencegah dan meringankan gejala-gajala  rematik serta berfungsi sebagai terapi tambahan terhadap pasien rematik dalam fase tetang.  Senam ini adalah salah satu modal untuk memandu mencegah dan memberikan terapi terhadap gejala rematik atau gejala osteoartritis.

"Jadi ini bukan sebagai pengganti obat atau tindakan terapi oleh dokter.  Pada penderita rematik, latihan senam harus di bawah pengawasan dokter, terapis, instruktur atau pasien itu sendiri.  Perhatikan tiap sendi dan waspadai bila ada tanda-tanda radang. Waktu dan jenis latihan juga dibedakan tergantung stadium penyakit dan ada tidaknya radang," terangnya.

Secara umum, lanjut Dr Siti, gerakan-gerakan senam rematik dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan gerak, fungsi, kekuatan dan daya tahan otot, kapasitas aerobik, keseimbangan, biomekanik sendi dan rasa posisi sendi. "Senam ini konsentrasinya pada gerakan sendi sambil meregangkan ototnya dan menguatkan otonya, karena otot-otot inilah yang membantu sendi untuk menopang tubuh," kata Siti.

Senam rematik berlangsung sekitar 20 hingga 30 menit dan terdiri dari empat tahapan yakni pemanasan, latihan inti aerobik I, latihan inti aerobik II dan pendinginan.  Latihan inti aerobik I gerakannya bersifat low impact dan lebih ditujukan untuk menguatkan kerja jantung dan paru-paru. Latihan aerobik II adalah latihan dasar yang gerakannya lebih ditekankan guna mencegah dan sebagai terapi gejala atau dampak rematik.

"Untuk mencapai hasil maksimal, senam aerobik bisa dilakukan 3 hingga 5 kali dalam seminggu.  Namun bila ada tanda radang seperti nyeri, bengkak, merah atau gangguan gerak, hentikan latihan. Pasien juga harus bertanya pada dokter kapan boleh dan harus latihan," terangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com