Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kasus TB Paru di Sumut Sulit Ditemukan

Kompas.com - 12/06/2008, 18:02 WIB

 

MEDAN, KAMIS - Meski diyakini jumlah suspect atau terduga penderita penyakit tuberkolosis paru sangat banyak di Sumatera Utara, namun keberadaannya sangat sulit ditemukan. Padahal tuberkolosis paru merupakan salah satu penyakit yang paling mudah penularannya.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara Chandra Syafei, program bantuan luar negeri dari Global Fund, yang sempat dihentikan tahun 2007 lalu, membuat pendataan jumlah penderita tuberkolosis (TB) paru sulit ditemukan. Kesulitan pendataan ini semakin diperparah karena kondisi otonomi daerah, sehingga Dinas Kesehatan Provinsi Sumut tak bisa langsung menjangkau data yang dimiliki dinas kesehatan di kabupaten/kota.

Pada tahun 2006 data jumlah terduga penderita TB paru mencapai 201.691 orang, dengan temuan terduga sebanyak 156.408 orang. Pada tahun tahun 2007 dari jumlah terduga sebanyak 204.171, tetapi terduga yang ditemukan hanya 117.136 orang. "Penurunan jumlah data terduga yang kami temukan ini karena kami kesulitan memperoleh data yang sebenarnya berapa jumlah penderita TB paru di Sumut," ujar Chandra di Medan, Kamis (12/6).

Dia mengakui, penularan penyakit TB paru ini salah satu yang tercepat. Kelompok usia yang paling rentan penularan menurut dia adalah bayi di bawah usia lima tahun (balita). "Meski jumlah balita yang tertular TB paru di Sumut masih sedikit, " ujar Chandra tanpa bisa menyebut berapa banyak angkanya.

Menurut Chandra, Dinas Kesehatan Sumut telah berupaya menerapkan strategi dots (directly observed therapy) untuk menurunkan tingkat penderita TB paru di Sumut. Program dots ini salah satunya adalah pengawasan secara kontinyu terhadap pengobatan penderita TB paru selama enam bulan berturut-turut. Pengobatan secara kontinyu selama enam bulan berturut-turut dapat menyembuhkan penyakit TB paru.

"Selain dots, kami juga melakukan berbagai penyuluhan di tingkat puskesmas maupun posyandu tentang potensi penularan penyakit TB paru ini. Paling tidak kami berupaya menemukan terduga penyakit ini agar orang lain yang rentan tertular bisa dihindari," katanya.

Upaya penyuluhan ini, kata Chandra, bisa efektif mengisolasi penderita TB paru agar menjalani perawatan dots dan tidak berhubungan langsung dengan orang yang sehat. "Penderita juga diupayakan menghindari dulu keluarga dan masyarakat. Biar penderita ini juga segan bila berdekatan dengan balita. Karena balita ini paling rentan tertular," ujarnya.

Menurut Chandra, Dinas Kesehatan Sumut tengah mendorong puskesmas maupun unit pelayanan kesehatan terkecil di masyarakat, mendeteksi penderita penyakit TB paru. "Wadah-wadah untuk menemukan kasus-kasus TB paru ini sedang kami dorong. Apalagi sekarang dana dari Global Fund sudah bisa didapatkan lagi," ujarnya.

Chandra mengungkapkan, kasus penularan penyakit TB paru di Sumut dulu banyak terjadi di rumah sakit. Dia mengakui, banyak rumah sakit di daerah, yang tidak memisahkan ruangan untuk pasien dewasa dengan anak-anak. Pencampuran ruangan pasien ini membuat penderita TB paru bisa menularkan penyakitnya secara mudah.

"Namun sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi rumah sakit yang mencampurkan ruangan pasien dewasa dengan anak-anak. Semuanya dibuat terpisah, " kata Chandra.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com