Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencucian Jeans Dituding Menjadi Biang TBC

Kompas.com - 08/08/2008, 21:58 WIB

JAKARTA, JUMAT - Pencemaran yang ditimbulkan oleh usaha laudry and dry cleaning atau pencucian dan pencelupan jeans di Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat berdampak pada warga sekitar. Setiap bulan, jumlah penderita baru penyakit tuberkulosis atau TB paru bertambah antara 2 sampai 4 orang.

"Bulan Juli lalu saja ada sekitar 27 penderita TB paru yang merupakan pasien lama. Bulan Agustus ini, pasien baru bertambah 4 orang menjadi 31 orang," kata Nani, perawat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kelurahan Sukabumi Selatan, Jumat (8/8). Nani mengatakan, sebagian besar penderita TB paru adalah karyawan dari usaha pencucian dan pencelupan jeans.

"Ada juga beberapa warga yang terkena penyakit ini. Tetapi yang paling banyak adalah karyawan dari laundry," jelas Nani. Ia menduga, salah satu penyebab warga terkena penyakit TB paru ini adalah karena menghirup udara yang dihasilkan dari pabrik baik dari zat-zat kimia yang digunakan dan polusi udara dari asap yang dihasilkan dari pembakaran.

Dari rekapitulasi data pasien yang berobat selama tahun 2008 seperti tertulis pada papan besar di salah satu sudut di Puskesmas itu terlihat jumlah penderita TB paru lebih tinggi dari jenis penyakit lainnya seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Angka yang tertera, penderita TB paru antara 28 sampai 38 pasien per bulan.

Sementara penderita diare dan ISPA antara 10 sampai 20 orang per bulan. Nani membenarkan, penderita diare dan ISPA masih tergolong lebih sedikit dibanding penderita TB paru.

Secara terpisah, Wali Kota Jakarta Barat Djoko Rahmadan mengatakan, pelaksanaan relokasi usaha pencucian dan pencelupan jins ini akan dilakukan tahun 2010.

"Tidak mungkin merelokasi usaha ini begitu saja. Butuh waktu lama di antaranya karena harus mencari lokasi yang tepat untuk usaha tersebut," kata Djoko. Alternatif tempat untuk relokasi antara lain Semanan dan Kawasan Industri Pulo Gadung.

Menurut mantan Bupati Administrasi Kepulauan Seribu yang baru beberapa minggu menjabat wali kota ini, meski relokasi tertunda namun pelaku usaha itu harus melakukan upaya perbaikan lingkungan.

"Pelaku usaha tidak boleh lagi menggunakan air dari air tanah atu sumur bor. Mereka wajib menggunakan air dari PDAM," tegas Djoko. Selang waktu itu juga, pelaku usaha harus membuat instalasi pengolahan air limbah atau IPAL komunal. Jika ada pelaku usaha yang tidak bisa membuat IPAL, usahanya harus ditutup dan bergabung dengan usaha serupa lainnya.

Hal terpenting yang harus dilakukan pelaku usaha itu, tambah Djoko, adalah membuat pernyataan tertulis untuk bersedia direlokasi. Bila tidak mau menandatangani surat pernyataan ini, usaha tersebut harus segera ditutup. Rencana relokasi ini, lanjut dia, sudah disampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Ketua Komunitas Peduli Masyarakat Kebon Jeruk Firman Yunus mengatakan, menunda relokasi usaha pencucian dan pencelupan jins berarti menambah banyak penderitaan warga. Dua tahun warga dibiarkan menunggu agar usaha ini direlokasi. Artinya selama dua tahun itu akan semakin banyak warga kami yang terkena penyakit TB.

"Apa pemerintah mau semua masyarakatnya terkena TB paru," kata Firman yang mendesak agar relokasi secepat mungkin dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com