Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayangi Jantung Anda!

Kompas.com - 29/11/2008, 08:15 WIB

SEKITAR 17,5 juta orang per tahun meninggal akibat penyakit yang menyerang jantung dan pembuluh darah. Penyakit ini menyumbangkan 30 persen penyebab kematian di seluruh dunia dewasa ini. Membaca angka-angka penyakit jantung semacam itu bisa bikin jantungan!

Sejumlah ahli penyakit jantung dan pembuluh darah, dalam acara yang diadakan Bayer Healthcare di Shanghai, akhir September silam, memaparkan sejumlah angka statistik berikut perkembangan penyakit ini. Tema ”Know Your Risk, No Heart Disease” agaknya pas untuk mengefektifkan pengenalan risiko penyakit sejak dini demi mencegah angka-angka itu bertambah di kemudian hari.

Penyakit yang dalam dunia kedokteran dikenal dengan sebutan CVD alias cardiovascular disease itu langsung meroket dan menjadi penyebab utama kematian di dunia saat ini. Di China, satu orang meninggal tiap 15 detik gara-gara CVD dan satu orang terkena penyakit ini saban 22 detik. Di Indonesia, 23,6 persen orang meninggal pada tahun 2004 akibat CVD.

Peluang terkena CVD bisa berasal dari berbagai sudut. Sebut saja diabetes, hipertensi, stroke, hingga kegemukan punya andil sebagai pintu masuk orang terkena CVD. Sejumlah 1,7 juta orang dewasa di seluruh dunia sudah kegemukan. Begitu juga dengan jumlah penderita diabetes. Bila tahun 2000 penderita diabetes berjumlah 171 juta orang, tahun 2030 diramalkan 366 juta orang terkena penyakit ini.

Tingginya angka-angka statistik penyakit itu tentu ada penyebabnya. Gaya hidup yang tidak sehat, olahraga yang kurang, stres berlebihan, hingga faktor genetis merupakan bagian dari penyebab penyakit CVD maupun aneka penyakit yang menjadi pintu masuk ke CVD.

Untuk faktor genetis, sejauh ini masih sulit dicarikan solusinya, kecuali mematuhi pantangan mencegah timbulnya penyakit lain yang menjadi pintu masuk ke CVD.

Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat merangkum berbagai hal, mulai dari merokok sampai pola makan yang tidak sehat karena asupan garam, gula, dan lemak yang berlebihan. Masyarakat dengan kemampuan ekonomi terbatas tentu tidak punya banyak pilihan untuk menu makan mereka. Asal murah dan kenyang, cukuplah. Pertimbangan kesehatan nyaris tidak ada. Kalaupun memilih menu sayur atau tempe, misalnya, lebih disebabkan harga yang murah.

Namun, bukan berarti masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah hingga atas tidak bisa terserang penyakit ini. Ragam makanan tidak selalu membuat orang memilih yang sehat karena yang sehat belum tentu enak. Lagi-lagi urusan lidah bersaing dengan masalah kesehatan. Konsumsi daging relatif meningkat dibandingkan dengan sayur-mayur.

Seorang kawan yang bekerja sebagai humas di perusahaan kesehatan di Jakarta bahkan enggan menghabiskan makan siang berupa salat, roti isi tuna, sebutir apel, dan jus jeruk. ”Makanan ini terlalu sehat buat saya,” katanya separuh guyon.

Makanan cepat saji di restoran waralaba umumnya lebih mudah diterima kendati dari kacamata kesehatan, makanan ini tidak memenuhi syarat. Begitu pula dengan aneka makanan khas Indonesia yang sarat dengan lemak jenuh yang bisa menggumpal dan menyumbat pembuluh darah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com