Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada Bila Keguguran Terus Berulang

Kompas.com - 10/12/2008, 09:33 WIB

KELAHIRAN buah hati dalam rumah tingga menjadi dambaan setiap pasangan suami-istri. Karenanya, tidak mengherankan, ketika kehamilan yang dinanti-nanti datang, perhatian ekstra pun tercurah.

Ini bukan semata dipicu rasa bahagia, tapi karena masa kehamilan juga merupakan saat yang rentan. Sedikit saja kesalahan dalam beraktivitas bisa berakibat buruk bagi perkembangan janin. Namun, perhatian itu bisa berubah menjadi kecemasan bila si ibu memiliki kandungan yang lemah. Pasalnya, menurut anggapan umum, kandungan lemah bisa mengakibatkan keguguran, Anggapan kandungan lemah ini biasanya menempel pada ibu-ibu yang telah beberapa kali mengalami keguguran sewaktu hamil.

Namun, menurut para pakar medis, istilah kandungan lemah serta pemahaman masyarakat mengenai fenomena ini sebetulnya tidak tepat. "Dalam dunia kedokteran, tidak ada yang namanya kandungan lemah," ujar Boyke Dian Nugraha, dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang membuka klinik di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. 

Faktor penyebab
Muhammad Lutfi Alkaff, dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Rumah Sakit Dokter Sardjito, Yogyakarta, menambahkan bahwa yang lemah bukanlah kandungannya. "Tapi, penempelan janin ke rahim yang kurang kuat," ajar dia. Akibatnya, janin tersebut tidak bisa bertahan dalam kandungan selama sembilan bulan seperti janin pada umumnya.

Ia akan keluar dari rahim sebelum waktunya sehingga si ibu disebut mengalami keguguran. "Biasanya, hal ini terjadi saat usia kandungan kurang dari lima bulan," tutur Lutfi.

Sayangnya, meski fenomena tersebut sudah dikenal sejak dulu kala, kalangan medis belum mengetahui secara pasti mengapa hal tersebut bisa terjadi. Namun, mereka sudah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kondisi tersebut. Salah satunya, akibat kurangnya hormon progesteron. "Awal kehamilan usia 1 hingga 3 bulan, sangat membutuhkan hormon progesteron," kata Boyke yang juga pakar seksologi. Bila produksi hormon itu kurang, janin tidak akan dapat berkembang dengan baik.

Kelainan pada rahim juga bisa menjadi penyebab kandungan lemah. Yang dimaksud dengan kelainan pada rahim ini bisa berupa kelainan bentuk rahim karena cacat bawaan ibu atau karena adanya tumor pada rahim (mioma uteri). Kelainan ini biasanya terjadi pada mulut rahim yang tidak tertutup (inkompetensia serviks). "Akibatnya janin bisa jatuh dan keluar sebelum waktunya," terang Lutfi.

Selain itu, rahim juga bisa terinfeksi virus yang berpotensi besar mengganggu kehidupan janin. Janin akan mati karena virus tersebut dan berakibat gagalnya kehamilan. Infeksi virus yang mematikan ini berasal dari kelompok virus yang disebut TORCH, yakni toksoplasma, rubela, sitomegalovirus (CMV) dan herpes.

Toksoplasma adalah virus yang berasal dari hewan piaraan, seperti kucing. Sedangkan, virus rubela berasal dari udara yang kotor dan CMV disebarkan oleh unggas. Adapun, herpes simpleks atau campak jerman bisa ditularkan oleh seseorang yang dekat dengan si ibu hamil tanpa si ibu mengalami gejal gejalanya. Biasanya timbul bintik-bintik merah pada orang yang tengah menderita penyakit ini. "Virus tersebut sebenarnya virus ringan, tapi sangat berbahaya bagi perkembangan janin," ujar Boyke.

Kondisi sel telur dan sel sperma juga bisa menjadi penyebab kandungan lemah atau keguguran. Sel telur dan sperma yang tidak berkualitas akan berpotensi membentuk janin yang tidak sempurna. "Secara fisik memang terlihat hamil, tapi benarnya hanya membentuk kantong kehamilan  (blighted ovum)," kata Lutfi.

Dalam kondisi ini, melalui USG kita bisa mendapat gambaran embrio. Namun kita tidak menemukan kehidupan atau tidak ada detak jantung. "Dengan kondisi sudah tidak bisa ditolong tinggal menunggu proses keguguran saja," kata Lutfi. (Adi Wikanto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com