Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Anggap Enteng Alergi

Kompas.com - 12/06/2009, 20:59 WIB

KOMPAS.com - Setelah mendapat air susu ibu secara eksklusif selama hampir enam bulan, Dian mulai diberi susu formula oleh ibunya. Satu jam setelah minum susu formula, raut wajah bayi mungil itu tampak pucat pasi. Hanya dalam hitungan menit, bayi berusia enam bulan itu pun memuntahkan seluruh cairan susu yang dikonsumsinya. Usai memuntahkan isi perutnya, bayi itu pun menangis dalam dekapan ibunya.

Dalam kondisi panik, Dian segera dibawa orang tuanya ke rumah sakit terdekat di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dian didiagnosis menderita alergi susu sapi. Menurut dokter yang menanganinya, ada kemungkinan alergi itu diturunkan dari garis keturunan orang tuanya. Memang saya menderita alergi. "Kalau kena udara dingin atau debu, saya langsung pilek, kadang gatal-gatal," ujarnya.

Selain muntah begitu minum susu formula, timbul bercak kemerahan hampir di sekujur tubuh Dian.Ati, ibu dari Dian, lalu memutuskan menghentikan pemberian susu formula kepada anaknya selama sepekan. Atas anjuran dokter, ia lalu memberi susu formula hipoalergenik. Memang sempat nggak mau minum, mungkin karena rasanya kurang enak. "Yang penting, anak saya tidak lagi muntah dan ruam merah," tuturnya.

Ketika Dian menginjak usia satu tahun, Ati kemudian mengganti susunya dengan susu formula biasa. Ternyata putrinya tidak lagi menunjukkan gejala alergi. Dokter bilang, kalau sudah satu tahun sebaiknya dicoba dengan susu formula biasa. Awalnya sempat takut juga kalau alerginya malah kambuh. "Setelah dicoba, ternyata anak saya tidak mengalami gejala alergi," kata Ati senang.

Lain lagi cerita tentang Cut Fabiayya. Ia justru menderita alergi susu sapi dari makanan yang dikonsumsi ibunya. Saat berusia lebih dari satu bulan, bagian pipinya ruam merah. Ia juga mencret berulang kali dalam sehari. Padahal begitu lahir, ia mendapat ASI secara eksklusif dari ibunya.

Setelah diperiksa dokter, ia ternyata menderita alergi susu sapi. Bakat alergi itu berasal dari kedua orang tuanya yang menderita asma. Penyebabnya, selama menyusui, ibunya mengonsumsi susu sapi untuk ibu menyusui dan makan beberapa jenis makanan yang berpotensi memicu terjadinya alergi. "Sekarang saya pantang makan ikan laut, telur dan kacang tanah, susunya juga diganti susu kedelai," kata Rifsia, ibu dari Cut Fabiayya.  

 

Meningkat

Angka kejadian penyakit alergi pada anak meningkat seiring perubahan pola hidup masyarakat modern, pencemaran lingkungan, dan zat-zat dalam makanan. "Alergi adalah reaksi kekebalan yang menyimpang dari normal dan menimbulkan gejala yang merugikan tubuh," kata dr Zakiudin Munasir, Ketua Divisi Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dalam seminar, Mei lalu, di Jakarta.

Dalam tubuh terdapat lima jenis antibodi atau imunoglobulin, yaitu imunoglobulin G, A, M, E, dan D. Imunoglobulin E adalah antibodi yang banyak berperan pada reaksi alergi. Dalam tubuh penderita alergi, ada imunoglobulin E berkadar tinggi, terutama imunoglobulin E yang spesifik terhadap zat-zat tertentu pemicu reaksi alergi, seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga atau makanan tertentu, seperti telur, susu, ikan laut.

Di Amerika Serikat dilaporkan angka kejadian alergi pada anak prasekolah 10 hingga 12 p ersen, dan pada usia sekolah 8,5 sampai 12,2 persen. D epartemen Pertanian Amerika Serikat menyebutkan, 15 persen dari total jumlah populasi penduduk di negara itu alergi terhadap jenis makanan tertentu. Sekitar 20 persen anak usia kurang dari satu tahun pernah mengalami reaksi alergi terhadap makanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com