Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eliminasi Tak Kunjung Berhasil

Kompas.com - 26/11/2009, 08:20 WIB

KOMPAS.com — Meninggalnya sejumlah warga di Kabupaten Bandung bertepatan dengan pengobatan massal filariasis, 10 November 2009, membuat filariasis atau penyakit kaki gajah kembali dibicarakan. Pengendalian dan pemusnahan penyakit kaki gajah merupakan sebuah ”peperangan” lama.

Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria. Penularannya melalui berbagai jenis nyamuk. Penyakit itu menyerang saluran dan kelenjar getah bening sehingga anggota tubuh seperti tangan, kaki, payudara, atau buah zakar membesar.

Prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19 persen atau sekitar 40 juta orang dari populasi sekitar 200 juta penduduk. Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan Rita Kusriati mengatakan, pekan lalu, pengobatan massal besar-besaran dimulai tahun 2002.

Pengobatannya menggunakan DEC (Diethylcarbamazine Citrate), Albendazole (obat cacing), dan paracetamol. Pemberian obat setahun sekali selama lima tahun berturut-turut. Dosis DEC berdasarkan umur. Warga di atas usia 14 tahun mendapatkan 3 tablet DEC dengan dosis per tablet 100 mg. Anak usia 6-14 tahun sebanyak 2 tablet dan anak usia 2-5 tahun mendapat satu tablet. Sampai tahun 2008, pengobatan massal mencakup 12.310.959 jiwa dan tidak timbul masalah sebelum kehebohan di Bandung. Model sama digunakan di berbagai negara.

Pada masa lalu

Program pemberantasan filariasis baru secara intensif dimulai tahun 1975 hingga 1987. Mengutip tulisan Isrin Ilyas dari Subdirektorat Filariasis Depkes bertajuk ”Program Pemberantasan Filaria di Indonesia” yang diterbitkan Cermin Dunia Kedokteran tahun 1990, hasil yang diperoleh cukup memuaskan. Prevalensi penyakit itu turun dari 13,3 persen pada tahun 1970 menjadi 3,29 persen pada tahun 1987. Pemberantasan intensif sempat terhenti karena keterbatasan dana sejak tahun 1987.

Pengobatan filariasis bisa juga dengan pemberian dosis rendah. Sri Oemijati, Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dalam artikelnya bertajuk ”Masalah dalam Pemberantasan Filariasis di Indonesia” yang juga dimuat dalam Cermin Dunia Kedokteran tahun 1990 menuliskan, dengan cara itu efek samping dapat ditekan sehingga minimal teratasi. Pemberian dosis rendah tersebut bukan tanpa alasan. Pengobatan DEC kerap menemui kendala, antara lain reaksi samping obat yang cukup berat seperti mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil. Efek berat diakibatkan cacing yang mati.

Gagasan pengobatan dosis rendah muncul karena berhasilnya pengobatan filariasis di Pulau Kinmen (Taiwan). Di Taiwan, pemberian dosis rendah dengan cara pemberian medicated salt (garam mengandung obat). Namun, di Indonesia diperkirakan cara tersebut tidak berhasil. Filariasis banyak terjadi di daerah pantai saat itu, dan warga menggunakan garam buatan sendiri. Pengobatan garam plus obat juga membutuhkan waktu satu tahun.

Hal lain yang jarang disentuh ialah pengendalian vektor. Artikel Oemijati pada tahun 1990 sudah menyebutkan pengendalian vektor secara kimiawi dan nonkimiawi belum banyak dilakukan. Saat itu, vektor, yakni nyamuk, lebih banyak ”dikendalikan” sebagai efek samping pembangunan, seperti perubahan rawa menjadi pertanian sehingga mengurangi tempat perindukan nyamuk.

Ceritanya kini pun tidak terlalu jauh berbeda. Pengamat kesehatan masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Adi Sasongko, mengatakan, yang terlihat gencar sebagai upaya utama pemberantasan filariasis ialah pengobatan massal. Padahal, sulit menjamin semua sasaran memakan obat itu.

Migrasi penduduk (dengan filaria) karena perkawinan, pekerjaan, dan studi juga menjadi persoalan.

Guna memutus rantai persoalan filariasis dibutuhkan penanganan komprehensif lintas sektor. Pemberantasan filariasis berarti juga membangun suatu lingkungan permukiman sehat layak huni dan kesadaran akan kesehatan.

Jika tidak komprehensif, maka filariasis atau penyakit kaki gajah akan tetap membayangi Indonesia. Artinya, perjuangan panjang mengeliminasi atau memusnahkan penyakit kaki gajah sulit berhasil. (Indira Permanasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com