Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tubuh 'Melengkung' Akibat Penyakit Rematik Genetik

Kompas.com - 16/12/2009, 12:44 WIB

KOMPAS.com - Penyakit ini sifatnya diturunkan dan lebih banyak menyerang lelaki ketimbang wanita, terutama yang berdarah campuran. Belum ada obat penyembuhnya, namun rasa nyeri bisa dikurangi dengan obat penghilang rasa sakit. Fisioterapi juga perlu untuk melenturkan kekakuan tubuh.

Tak ada yang dirasa aneh oleh Minati Atmanegara saat melihat putranya "hobi" berjalan jinjit. Ia bahkan menganggapnya lucu, laiknya melihat bocah kecil yang baru belajar berjalan. Ketika beranjak besar, ternyata cara berjalannya tak kunjung berubah. Minati pun mulai resah. Kebiasaan "aneh" itu telah pula mengubah tulang betis si kecil, yang otomatis juga mengubah struktur pinggulnya.

"Bahkan, ia kemudian menderita peradangan di sendi. Dia mulai pincang, enggak bisa jalan, pergelangan bengkak, dan akhirnya harus pakai kursi roda," ujar artis yang kini menekuni bisnis senam. Klimaksnya terjadi saat sang putra duduk di kelas 5 SD. "Saat itu, mendengar ketukan saja, ia sudah kesakitan akibat getaran yang ditimbulkan suara itu," kenang Minati.

Saat itu, barulah Minati sadar, ada yang tak beres dengan kondisi putranya itu. Benar juga, setelah dibawa ke dokter, ia divonis terkena penyakit rematik genetik atau ankylosing spondylitis (AS). "Kata dokter, jika tak segera diatasi, dikhawatirkan bisa terjadi cacat permanen," tutur Minati di studio senamnya beberapa waktu lalu.

Apa sebetulnya rematik genetik? Penyakit peradangan kronis yang menyerang sendi-sendi tulang belakang ini merupakan penyakit yang diturunkan dan cenderung menyerang mereka yang berdarah campuran. “Ayah saya asli Sunda, ibu dari Jerman. Ibu mertua saya campuran Belanda dan Padang, sementara bapak mertua campuran Jawa dan Swiss. Mungkin itu faktor penyebabnya,” ujar Minati.

Namun, selain faktor genetis, masih ada faktor pencetus. "Tanpa faktor bakat dan faktor pencetus, seseorang tidak bakal terserang AS. Sayangnya, faktor pencetus ini sampai sekarang belum diketahui penyebabnya," ujar dr. Harry Isbagio, Sp.PD-KR, Ketua Sub-bagian Rematologi FKUI.

GEJALA RASA NYERI
Gejala rematik genetik terjadi terutama dimulai di usia sekitar 20-an, bahkan ada beberapa yang di bawah usia 20 tahun. Secara perlahan, penyakit ini akan berkembang, sampai puncaknya biasa terjadi di usia 40-45 tahun.

Gejala utamanya, nyeri pinggang bagian bawah. “Kita juga harus menduga seseorang menderita AS jika dia lelaki, karena penyakit ini lebih banyak menyerang lelaki daripada perempuan," ujar Harry. Perbandingan penderita lelaki dan perempuan kira-kira 8:1.

“Penderita penyakit ini adalah lelaki usia muda sekitar 20 tahun yang menderita sakit pinggang terus menerus lebih dari tiga bulan,” papar Harry. Rasa sakit ini bukan seperti rasa sakit akibat kecelakaan atau faktor lain, seperti akibat mengangkat beban kelewat berat. Gejala juga bisa muncul sebelum usia 16 tahun, yang disebut dengan juvenile ankylosing spondylitis. Ini juga yang dialami oleh putra Minati.

Gejala awal berupa rasa nyeri biasanya akan bertambah parah saat penderita bangun tidur di pagi hari. Baru setelah banyak melakukan gerak, rasa nyeri berkurang. "Gerakan-gerakan ini membuat rasa kaku dan nyeri di pinggang berkurang. Pasalnya, dengan bergerak, pinggang atau bagian lain yang sakit pun dilenturkan." Yang sering terjadi, sakit di pinggang dianggap sebagai sakit pinggang biasa karena kecelakaan, mengangkat beban berat, atau saraf terjepit. Bahkan, "Pernah ada penderita yang melakukan operasi karena mengira rasa sakitnya itu akibat saraf terjepit."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com