Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan dan Pengabaian Hak Anak atas ASI

Kompas.com - 21/12/2009, 10:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Masih banyak anak Indonesia yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif karena berbagai alasan. Cakupan ASI eksklusif diperkirakan baru sekitar 30 persen. Padahal, kita tahu dampak kurang gizi bagi generasi mendatang dan bagaimana seharusnya mengatasinya.

Kurang gizi mengakibatkan potensi IQ loss jutaan poin, kecerdasan anak terkendala, dan anak tidak dapat berkembang sesuai fitrah genetiknya.

Selama ini instansi pemerintah maupun swasta memberi cuti melahirkan kepada perempuan selama tiga bulan. Kebijakan cuti ini sesungguhnya tidak mendukung upaya perbaikan kualitas hidup bangsa.

Pakar gizi dan kesehatan menyepakati, bayi harus diberi ASI eksklusif selama enam bulan pada awal kehidupannya. Hal ini akan menjamin asupan gizi berkualitas dalam periode sangat penting ini. Anak memasuki fase usia keemasan sampai usia dua tahun. Pada periode inilah perkembangan otak sangat optimal dan karena itu menyusui sampai dua tahun menjadi penting.

Pemberian cuti melahirkan yang hanya tiga bulan akan menyulitkan penerapan ASI eksklusif sehingga bayi tidak mendapatkan haknya, yakni makanan alami terbaik yang melekat pada tubuh ibunya. Sebagai gantinya, bayi terpaksa mengonsumsi susu formula yang harganya mahal dan kadang-kadang tidak terjangkau oleh daya beli rumah tangga.

Sangat penting disadari produksi ASI ditentukan oleh frekuensi menyusui dan stres seorang ibu. Apabila ibu harus bekerja dengan meninggalkan bayi berusia dua atau tiga bulan di rumah, maka selama di kantor ibu tidak dapat atau kurang optimal mengeluarkan air susunya. Akhirnya, jumlah ASI akan semakin sedikit dan atau kering sebelum masa penyusuan dua tahun terpenuhi.

Orang modern kini menghadapi sumber stres yang beraneka ragam karena tantangan hidup yang semakin berat. Ketika industrialisasi berkembang sebagai tanda kemajuan zaman, maka masyarakat harus menghadapi stres akibat polusi dan stres emosional akibat pekerjaan. Bagi perempuan pekerja rendahan, stres semakin bertambah karena penghasilan tidak memadai untuk menunjang kehidupan keluarganya sehari-hari.

Ubah aturan cuti

Agar kaum perempuan dapat menyusui anaknya dengan tenang dan mendayagunakan ASI-nya secara maksimal, maka sudah saatnya peraturan cuti bagi kaum perempuan diubah dari hanya 3 bulan menjadi 6 bulan. Perempuan perlu diberi kesempatan membesarkan anaknya dengan baik. Maternal bonding dalam enam bulan awal kehidupan seorang anak sangat penting. Seorang bayi akan merasa aman dan nyaman dalam dekapan ibunya ketika dia disusui.

Kita memang merasa bangga kalau ada 3-5 siswa mendapatkan medali emas dalam olimpiade fisika atau matematika berkelas internasional. Namun, kemenangan ini bukan cermin semakin membaiknya kualitas sumber daya manusia bangsa. Kurang gizi masih mendera anak-anak kita akibat defisit energi protein, kurang yodium, dan anemia. Abad ke-20 telah berlalu dan dunia gagal menyelamatkan anak-anak dari masalah kekurangan gizi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com