Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengatasi "Burnout" di Tempat Kerja

Kompas.com - 10/01/2010, 05:49 WIB

Biasanya burnout dialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang intens. Karena bersifat psikobiologis (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak dapat berkonsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif, kadang persoalan tidak demikian mudah diselesaikan. Apalagi bila sumber persoalan tidak dapat dibereskan. Bahkan, seperti spiral makin melebar, hal ini mengganggu kinerja dan pada gilirannya dapat menyebabkan tambahan tekanan bagi pekerja yang lain.

Kekurangjelasan hak dan tanggung jawab kerja serta konflik peran (misalnya tuntutan kerja tidak konsisten dengan nilai-nilai yang diyakini) dapat berkontribusi. Terlebih bila ada beban berlebih, tuntutan kerja yang berat tanpa ada penghargaan atau capaian yang dirasa memadai. Sedikitnya dukungan sosial di dalam lembaga maupun dari luar lembaga serta kesulitan untuk mengambil keputusan mandiri juga dapat menjadi penyebab.

Mengatasi masalah

Yang ideal adalah bila lembaga tempat kerja bisa mengembangkan mekanisme untuk mencegah atau meminimalkan burnout, dan pemimpin memahami peran yang idealnya dijalankannya untuk membawa energi positif dan kesolidan kerja dalam timnya.

Dalam kasus T pemimpin justru menjadi pihak yang menyebabkan, atau memperparah situasi. Bila memungkinkan, T dapat mencoba berkomunikasi dengan lebih terbuka, jujur sekaligus tetap santun dengan pemimpin barunya, benar-benar mencoba berperan sebagai ”jembatan”. Ia bisa mencoba memahami visi atasan, sekaligus menjelaskan situasi nyata di lapangan agar terjadi kompromi. Tentu T harus membekali diri secara baik dengan berbagai informasi yang diperlukan serta analisisnya.

Bila bawahan memang sulit mengupayakan komunikasi yang lebih baik dengan atasan, yang dapat dilakukan tampaknya hanyalah mengembangkan mekanisme pribadi dan lingkungan kerja terdekat untuk meminimalkan atau mengatasi masalah.

-Mengelola beban kerja secara realistis, menyadari bahwa tidak semua persoalan dapat segera dibereskan secara tuntas.

-Menyeimbangkan gaya hidup, seperti mengonsumsi makanan sehat, tidur dan istirahat cukup, berolahraga, dan mempertahankan koneksi dengan orang-orang dekat sebagai kelompok dukungan.

-Mengurangi ketegangan dengan berbagai cara fisik (olah napas, relaksasi, olah tubuh), menyelang-seling aktivitas stres tinggi (misalnya rapat penting, lobi) dengan aktivitas bertegangan rendah (bercakap dengan bawahan), menggunakan waktu jeda atau istirahat untuk recharge energi seperti ngobrol dengan teman dekat, nonton drama-komedi, duduk di depan kolam ikan, atau melakukan hobi.

-Menyadari atau mewaspadai tanda-tanda awal stres kerja (konflik dengan rekan dan atasan, beban berlebih) dan segera mengambil langkah mengelola atau mengatasinya.

Bila kita masih saja merasa sangat tidak nyaman dan tidak lagi terhubung dengan tempat kerja, bahkan terus berpikir ingin pergi, mungkin memang saatnya bagi kita untuk menemukan atau mengonstruksi yang baru.

Semoga kita memulai tahun 2010 dengan visi kerja yang jelas, antusiasme, dan energi besar. Kristi Poerwandari, Psikolog

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com