Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perilaku Seks Menyimpang Biasa Iringi Kasus Mutilasi

Kompas.com - 14/01/2010, 07:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa menyangka jika seorang Baikuni alias Babeh (48) justru mendapatkan kenikmatan yang berlipat-lipat manakala ia tengah memotong-motong korbannya. Babeh, pelaku mutilasi dan sodomi terhadap Ardiansyah (9), mengaku hasrat seksualnya bisa terpuaskan saat ia berhasil memutilasi setelah ataupun sebelum melakukan sodomi.

Ya, Babeh tergolong pelaku pembunuhan dengan perilaku seks menyimpang. Ia mengidap kelainan seks karena menyukai bocah laki-laki dan kerap melakukan tindakan kekerasan seksual pada anak jalanan yang diasuhnya. Perilaku Babeh ini tentu menimbulkan rasa jijik bagi orang normal. Namun demikian fakta menunjukkan, justru perilaku menyimpang seperti ini banyak diidap oleh orang-orang yang mungkin berkeliaran di sekitar kita.

Pada tahun 2008 lalu, kita dikejutkan dengan aksi mutilasi keji yang dilakukan pria gemulai asal Jombang, Jawa Timur. Siapa tak ingat Verry Idham Hernansyah alias Ryan, pelaku mutilasi yang sangat fenomenal lantaran membunuh setidaknya 10 orang manusia, mulai dari laki-laki dewasa, wanita dan anak-anak.

Tindakan mutilasi yang dilakukan pada kekasihnya Heri Santoso pada Juli 2008 lalu menjadi karir membunuhnya yang terakhir lantaran terungkap polisi. Sama seperti Babeh, Ryan diketahui mengidap kelainan seksual, ia hanya menyukai sesama pria. Menurut penuturannya, ia kerap membunuh lantaran dibakar api cemburu manakala kekasihnya berdekatan dengan pria lain. Sebagai seorang pria Ryan hanya menyukai sesama jenisnya. Ia pun kerap berhubungan intim dengan para kekasihnya sebelum pada akhirnya ia membunuh dan memutilasinya jika terbakar cemburu.

Ryan pun dijatuhi hukuman mati dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Namun hingga kini eksekusi masih belum juga dilakukan. Ryan masih mendekam di Rutan Pondok Rajeg, Cibinong.

Pembunuhan mutilasi dengan penyebab kelainan seksual lainnya yang tak kalah fenomenal adalah Siswanto alias Robot Gedhek. Hingga kasus Babeh ini terungkap, kasus Robot Gedhek masih merupakan kasus mutilasi pada anak jalanan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Bayangkan, dalam kasus yang terungkap pada periode 1996 ini, setidaknya Robot Gedhek telah membunuh 12 anak jalanan. Sama seperti Babeh, Robot Gedhek pun mengidap kelainan phaedophilia sekaligus menyukai sesama jenis. Ia senang pada anak kecil dan mendapat kepuasan seks dengan melakukan sodomi pada korbannya. Usai melakukan sodomi, pria bertubuh besar ini dengan dingin tak segan membunuh dan memutilasi korbannya.

Lantaran itulah julukan fenomenal dan mengerikan "Robot Gedhek" disematkan pada Siswanto. Ia pun dijatuhi hukuman mati. Belum sampai dieksekusi, Robot Gedhek keburu meninggal di RSUD Cilacap, saat menjalani hukuman di LP Batu, Nusakambangan.

Masih banyak kasus-kasus mutilasi lainnya yang terjadi di Indonesia. Meski banyak motif-motif lain, seperti motif ekonomi, dendam, hingga motif ilmu hitam, namun kasus mutilasi dengan motif perilaku seks menyimpang hampir selalu menjadi yang paling fenomenal. Hal ini bisa terjadi lantaran mutilasi dengan motif kelainan seksual ini selalu memakan korban lebih dari satu. Selama korban masih mengidap perilaku menyimpang itu dan belum tertangkap, bisa jadi mutilasi itu akan terus dan kembali dilakukannya lagi.

Psikolog Reza Indragiri Amriel mengatakan, perilaku bejat mutilasi seperti yang ditunjukan oleh pelaku seperti Babeh tidak hanya muncul lantaran hasrat seksualnya, namun juga bisa jadi diiringi oleh watak amoral. Ia mengatakan kombinasi dari kedua hal ini bisa menimbulkan kekejian seperti yang dilakukan Babeh.

Namun demikian, kata dia manifestasi dari tindakan kekerasan seksual pada masa lalu yang diterima pelaku, biasanya menjadi hasrat utama untuk mengulanginya kembali kepada korbannya. "Jika ini yang terjadi, lewat mensodomi anak-anak lain, si pelaku sesungguhnya merupakan pantulan betapa ia tengah menghukum atau menumpahkan kebencian terhadap dirinya sendiri. Dan manakala sodomi diteruskan dengan membunuh dan memutilasi si anak, "sempurna"-lah prosesi pembunuhan terhadap dirinya sendiri, setidaknya secara psikis," kata Reza kepada Kompas.com.

Lantaran itu, kata Reza, kondisi kejiwaan dan perilaku yang menyimpang dari pelaku seperti Babeh, akan sangat sulit disembuhkan. "Dari sekian banyak kelainan psikologis, sampai sekarang belum ada pendekatan efektif untuk memodifikasi perilaku si pelaku. Alhasil, yang perlu dilakukan adalah melindungi korban potensial, yakni mempersempit ruang gerak pelaku," ujar lulusan Psikologi Forensik Universitas Melbourne ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com