Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker Payudara, Perspektif Lain...

Kompas.com - 15/01/2010, 08:25 WIB

Kehidupan masyarakat kontemporer yang menghendaki segala sesuatu serba instan membuat orang juga menghendaki kondisi sehat yang instan. Situasi itu membuat produsen obat dan suplemen tak sulit menjual produk-produk yang menjanjikan tubuh sehat. Jargon promosi yang menjanjikan ”kehidupan yang lebih baik” dan ”kesehatan yang paripurna” membuat manusia modern lebih menyandarkan masalah kesehatannya pada teknologi canggih ilmu kedokteran modern.

Bagi penderita, barangkali hal terpenting adalah sembuh dulu dan teknologi kedokteran modern dipandang solusi akhir. Namun, kesembuhan tanpa kesadaran tentang metode pemecahan masalah kesehatan yang menekankan pada ”bagaimana”, ketimbang ”mengapa”, akan membuat upaya keras dan mahal itu, bisa jadi, sia-sia.

Keprihatinan banyak praktisi kesehatan saat ini hanya sebatas tubuh yang tampak dan terlokalisasi pada organ tertentu, terpisah dari tubuh manusia yang dihadapinya, yang mempunyai proses kebertubuhan yang unik dan personal.

Dalam bukunya, Dari Mekanisasi sampai Medikalisasi: Tinjauan Kritis Pereduksian Tubuh Manusia dalam Praktik Medis (2009), dr Tan Shot Yen menyatakan, dunia kesehatan atau tepatnya ilmu kedokteran saat ini tidak membedakan tubuh dengan badan manusia yang tampak riil secara jasmaniah sehari-hari.

Dalam pengertian itu, tubuh seakan sistem tertutup yang tidak berinteraksi dengan lingkungannya, kecuali secara biologis. Filsafat abad ke-20, khususnya fenomenologi, melihat tubuh sebagaimana tubuh yang dialami dalam dunia bersama. Tubuh terbuka dan berinteraksi bukan hanya secara biologis dan psikologis, tetapi juga sosiologis-politis-kultural.

Sains modern sejak abad ke-17 yang melahirkan prinsip-prinsip mekanistik ternyata memengaruhi pendekatan manusia terhadap tubuhnya. Maka, ketika tubuh mengalami gangguan, pandangan mekanistik instrumentalis diterapkan ke dalam penatalaksanaan penanganan tubuh sehingga timbul istilah ”diobati” dan rekonstruksi persepsi manusia terhadap tubuhnya.

Lebih dari itu, berbagai penemuan baru dalam ilmu kedokteran, khususnya dalam upaya pencegahan meluasnya penyebaran penyakit menular, telah membuat intervensi atas tubuh seseorang berkembang menjadi tubuh masyarakat, yang termanipulasi dengan campur tangan tubuh politik, sebagai fenomena munculnya kekuasaan atas tubuh yang individual.

Tercerai-berai

Menarik juga disimak uraian penulis dan aktivis dari Amerika Serikat, Barbara Ehrenreich (2009), menyangkut perspektif feminis—perspektif yang senantiasa mengacu pada pengalaman otentik diri—dalam kontroversi deteksi dini kanker payudara. Dalam tulisannya, ia mempertanyakan mengapa gerakan feminis kurang punya perhatian pada masalah kesehatan reproduksi dalam pengertian yang lebih medis-teknis.

Barbara, yang dideteksi kanker payudara stadium dua pada usia 59 tahun, menyatakan, deteksi dini dan mamografi rutin pada perempuan di bawah usia 50 tahun dan di atas usia itu ternyata tidak secara signifikan mengurangi kematian akibat kanker.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com