Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset Ekologi Minim

Kompas.com - 02/03/2010, 05:05 WIB

Jakarta, Kompas - Bencana banjir dan tanah longsor seperti yang terjadi di wilayah Jawa Barat baru-baru ini sebenarnya dapat diprediksi melalui riset ekologi sehingga mitigasi jangka pendek, menengah, dan panjang dapat dilakukan. Akan tetapi, kegiatan riset ekologi diakui masih minim.

”Penelitian ekologi terutama pada sistem perakaran di dalam tanah pada suatu kawasan sangat menentukan peluang terjadinya tanah longsor,” kata periset ekologi tumbuhan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mustaid Siregar, Senin (1/3) di Bogor, Jawa Barat.

Riset ekologi untuk mitigasi bencana banjir dan tanah longsor dibutuhkan untuk melengkapi data mitigasi yang selama ini dikembangkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Riset ekologi juga perlu untuk menunjang aksi konkret, seperti pemahaman kondisi lokal serta pencegahannya agar tidak terjadi bencana.

Longsor di area perkebunan teh, menurut Mustaid, memperjelas kondisi ekologi sistem perakaran di dalam tanah dengan hanya satu lapis dari vegetasi homogen tumbuhan teh. Kondisi seperti itu terbukti sulit menahan lapisan tanah. Berbeda halnya apabila sistem perakaran di dalam tanah tersusun berlapis-lapis sehingga lebih kuat mencengkeram tanah.

”Riset ekologi seperti ini tidak banyak dilakukan. Jika dilakukan, itu memungkinkan untuk mitigasi dengan cara penanaman berbagai jenis tanaman pada lokasi tertentu dengan tujuan menciptakan perakaran berlapis,” kata Mustaid yang juga Kepala Kebun Raya Bogor.

Beban luncuran

Menurut Mustaid, kondisi lereng untuk perkebunan teh atau lainnya pada lapisan tertentu umumnya terdapat batu.

Saat tingkat kejenuhan tanah terhadap air tinggi, batu yang tidak dicengkeram sistem perakaran akan berubah menjadi beban luncuran yang memperkuat peluang terjadinya bencana longsor. Bubur tanah yang terjadi, berfungsi ibarat pelumas bagi luncuran batu-batu tadi.

”Itulah pentingnya sistem perakaran dari pohon yang heterogen, yang membentuk sistem perakaran lapisan atas, lapisan sedang, dan lapisan dalam, sehingga menghambat batu supaya tidak menjadi beban luncuran,” ujar Mustaid.

Secara terpisah, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, saat ini dibutuhkan riset dan prediksi yang tepat untuk mengetahui kondisi tanah serta ekologinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com