Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhammadiyah: Merokok Haram

Kompas.com - 10/03/2010, 02:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, Selasa kemarin, mengeluarkan fatwa merokok hukumnya haram. Keputusan tersebut diambil dalam halakah tentang Pengendalian Dampak Tembakau yang digelar di Yogyakarta, Minggu (7/3).

Dengan fatwa ini, fatwa yang diterbitkan tahun 2005 dan 2007, yang menyatakan merokok hukumnya mubah, dinyatakan tidak berlaku.

”Setelah menelaah manfaat dan mudarat rokok, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah berkesimpulan, merokok secara syariah Islam masuk dalam kategori haram,” kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas kepada pers, Selasa (9/3) di Jakarta.

Dijelaskan, ada sejumlah alasan mengapa PP Muhammadiyah mengharamkan merokok. Merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khaba’is yang dilarang dalam Al Quran (QS 7:157). Perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan, bahkan, merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan sehingga bertentangan dengan Al Quran (QS 2:195 dan 4:29)

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menambahkan, perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif dan berbahaya sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi. Karena itu, merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, dilarang melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.

”Rokok mengandung unsur racun. Karena itu, perbuatan merokok termasuk kategori melakukan sesuatu yang melemahkan dan membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok. Maka, pembelanjaan uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir, seperti tertuang dalam Quran Surat 17:26-27,” kata Syamsul.

Hidup sehat

Dalam amar fatwa PP Muhammadiyah ini juga ditegaskan, wajib hukumnya mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup sehat yang merupakan hak setiap orang dan merupakan bagian dari tujuan syariah.

”Merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah, yaitu perlindungan agama, perlindungan jiwa/raga, perlindungan akal, perlindungan keluarga, dan perlindungan harta,” kata Syamsul.

Menurut Yunahar Ilyas, pelaksanaan fatwa haram merokok ini di lingkungan Muhammadiyah segera ditindaklanjuti dengan larangan merokok di seluruh jajaran organisasi, lembaga-lembaga amal usaha, seperti sekolah, universitas, rumah sakit, masjid, dan berbagai fasilitas Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

Muhammadiyah, kata Yunahar, juga akan menindaklanjuti dengan mengajukan saran kepada pemerintah, dalam hal ini Presiden, para menteri terkait, dan DPR, agar segera meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), termasuk penyusunan berbagai produk perundang-undangan lain yang terkait dengan pengendalian dampak tembakau.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi menyambut baik keluarnya fatwa haram merokok dan perhatian besar lembaga keagamaan menghadapi semakin tingginya angka perokok di Indonesia. ”Komnas PA menyampaikan apresiasi kepada pengurus PP Muhammadiyah. Jutaan anak Indonesia berterima kasih karena diselamatkan dari asap rokok,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini.

Menurut Seto, angka perokok anak terus mengalami peningkatan. Bahkan, sebuah survei menunjukkan, anak diindikasi menjadi perokok sejak usia 5 tahun. ”Ini sama saja namanya merusak generasi penerus. Maka, butuh perhatian kita semua,” ujarnya.(NAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com