Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korbankan 5 Kg Usus Belum Cukup buat Endang

Kompas.com - 17/03/2010, 17:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Seiring pesatnya kemajuan teknologi dalam penatalaksanaan kanker, harapan hidup penderita kanker kolorektal dapat ditingkatkan. Bahkan, terapi terpadu antara kemoterapi dan obat-obatan inovatif termutakhir memberi kesempatan bagi para pasien untuk mengalahkan kanker kolorektal.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh Endang Sudarman, dokter ahli kebidanan yang berhasil melewati perjuangan melawan kanker kolorektal yang baru diketahuinya di penghujung akhir tahun 2008.

"Saat itu menjelang Tahun Baru, saya merasakan sakit di bagian perut. Saya juga mengalami berak darah. Karena saya seorang dokter, saya menduga ada sesuatu yang salah dengan bagian dalam perut saya," kata dokter yang menjabat sebagai Ketua Dewan Medik RS Sumber Waras Jakarta ini.

Serangkaian pemeriksaan yang dijalaninya menunjukkan adanya penyumbatan di usus dan polip. "Dokter menemukan adanya gumpalan darah di usus sebelah kanan," katanya.

Sebulan kemudian, ia menjalani operasi untuk membuang usus yang terkena tumor dengan berat mencapai lima kilogram. Operasi bukanlah akhir dari terapi pengobatannya. Setelah itu, ia masih harus menjalani kemoterapi untuk membersihkan sel-sel kanker dari tubuhnya.

Menurut penjelasan Dr draAru W Sudono, SpPD, KHOM, operasi tidak bisa menjamin semua sel kanker terangkat. "Dalam beberapa bulan saja, sel-sel mikroskopi bisa berubah menjadi ganas. Karena itu, perlu dilakukan kemo untuk membunuh sel-sel yang masih tertinggal," paparnya.

Pada pasien kanker dalam stadium dua dan tiga, dokter biasanya akan merekemondasikan 12 kali kemoterapi, sementara pasien di stadium empat hanya menjalani enam kali kemoterapi. "Pada stadium lanjut, kemoterapi bertujuan untuk paliafit, bukan kuratif," kata dr Aru.

Selain kemoterapi, ada kalanya pasien juga menerima radioterapi, tergantung pada letak dan ukuran tumor. Radioterapi biasanya dilakukan untuk tumor pada rektum dan diberikan setelah pembedahan untuk membersihkan sel kanker yang mungkin masih tersisa.

Untuk meningkatkan keberhasilan terapi, pasien juga mendapatkan obat dengan menggunakan targeted therapy (terapi fokus sasaran). Obat tersebut bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke tumor sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor, dan mematikannya. Ada pula obat antikanker yang bekerja dengan cara menutup sinyal sinyal yang dikirim oleh reseptor di dinding sel sehingga pertumbuhan sel kanker terhambat.

Dibandingkan dengan kemoterapi, obat-obatan inovatif tersebut tidak memberikan efek samping yang berat, seperti rasa mual atau rambut rontok. "Selama mendapat obat targeted therapy, saya masih bisa tetap aktif menjalani aktivitas keseharian, bahkan praktik di rumah sakit seperti biasa," kata dr Endang.

Walau demikian, obat-obatan baru itu tidak murah harganya. Bila dikombinasikan dengan kemoterapi atau radioterapi, setiap kali terapi pasien harus menyediakan biaya sekitar Rp 25 juta dan pasien harus menjalani 12 kali siklus terapi. Kalau sudah begini, kalimat bijak "mencegah lebih baik dari mengobati" terasa benar maknanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com