Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenalkan Seksualitas pada Anak Autis

Kompas.com - 07/04/2010, 11:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Seperti halnya anak normal, anak-anak berkebutuhan khusus juga akan tumbuh dan berkembang menjadi remaja, mengalami pubertas, dan memiliki dorongan seksual. Namun, karena gangguan perkembangan dan komunikasi yang dialami, sering kali mereka tak memahami dorongan tersebut dan bagaimana mengendalikannya.

Misalnya saja yang dialami oleh Reza, sebut saja begitu, seorang remaja autis. Suatu hari saat sedang mengikuti kegiatan olahraga di sekolahnya tiba-tiba penisnya ereksi. Ia lantas menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Bingung dan malu dengan perubahan fisiknya, ia lalu memukul-mukul alat vitalnya.

Praktisi terapi perilaku, Dra Dini Oktaufik, menduga ada sesuatu yang memicu terjadinya ereksi pada Reza. "Saat sedang olahraga mungkin ada sesuatu yang memancing ereksinya. Oleh sebab itu, guru atau terapis harus bisa mencari trigger-nya," katanya dalam acara Seminar Autis yang diadakan oleh Masyarakat Peduli Autisme Indonesia (Mpati) di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dini mencontohkan, ada muridnya yang juga sering ereksi saat buang air kecil di toilet. Ternyata setelah dicari tahu penyebabnya, si anak tersebut terbiasa diceboki oleh pengasuhnya setiap kali buang air kecil atau buang air besar.

Ia menyarankan agar jika kejadian itu terulang kembali, sebaiknya anak ditenangkan dan dialihkan konsentrasinya sehingga ereksinya menghilang. Akan lebih baik bila pemicunya bisa dihilangkan, misalnya, si anak diajarkan untuk mandiri ketika menggunakan toilet. "Penjelasan mengenai perubahan fisik dan hormonal yang dialaminya bisa saja dijelaskan pada anak autis asalkan disesuaikan dengan tingkat pemahamannya," katanya.

Menurut Dini, dorongan seksual pada anak autis bisa datang lebih awal atau terlambat. Ketertarikan anak pada lawan jenis juga sudah dialami oleh Nurul (5), bukan nama sebenarnya, penyandang sindrom asperger. Menurut ibunya, kini putrinya itu selalu minta mandi bersama dengan ayahnya. "Kalau tidak dituruti ia akan ngamuk dan menjedotkan kepalanya ke tembok," katanya.

Meski Nurul tidak menyentuh bagian tubuh lawan jenis, namun ia sudah tertarik dengan alat vital yang dimiliki ayahnya. "Ia suka bertanya pada saya tentang alat vital ayahnya atau terkadang tentang payudara perempuan," katanya.

Untuk perilaku yang satu ini, Dini mengatakan agar anak yang sudah berusia lima tahun sebaiknya tidak dibiasakan untuk mandi bersama ayah atau ibunya. "Latihkan anak-anak untuk mandi sendiri dan ajarkan anak untuk tidak memegang-megang bagian tubuh orang lain," papar psikolog dari Yayasan Intervention Service for Autism and Developmental Delay ini.

Perilaku Nurul yang menjadi tantrum dan mengamuk jika tidak dituruti merupakan "senjatanya" agar keinginannya dituruti. "Sekali kita menuruti kemauannya, ia akan terus menggunakan strategi itu," katanya.

Dini mengatakan, pada dasarnya setiap anak remaja tertarik pada masalah seksual. Namun, remaja autis tidak punya pengetahuan yang cukup untuk mengerti tentang seks. "Anak-anak ini punya dorongan seksual, tapi kemandiriannya belum terbentuk," ujar Dini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com