Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyeri Kepala Hebat karena Toksoplasma

Kompas.com - 19/04/2010, 06:27 WIB

Adik saya berumur 21 tahun dan masih kuliah di sebuah universitas swasta. Dia mengambil jurusan ekonomi. Pagi ketika akan kuliah dia mengalami nyeri kepala hebat. Sebenarnya sejak tiga hari sebelumnya dia sudah mengeluh nyeri, tapi masih memaksakan diri untuk kuliah. Kali ini nyeri kepalanya berat dan disertai dengan muntah berkali-kali.

Kami membawanya ke rumah sakit. Adik saya dirawat dan segera mengalami berbagai pemeriksaan, termasuk pemeriksaan MRI yang mahal itu. Kesimpulannya adalah adik saya mengalami infeksi toksoplasma di otaknya.

Dokter mengajak kami bicara dan menanyakan kebiasaan adik saya, termasuk apakah dia pernah menggunakan narkoba suntikan. Memang adik saya sekitar enam tahun yang lalu menggunakan narkoba suntikan, tapi kami telah membawanya ke dokter dan syukurlah kebiasaan tersebut dapat dihentikannya lima tahun lalu. Dia dapat kembali bersekolah dan riwayat penggunaan narkoba telah menjadi masa lalunya.

Menurut dokter, adik saya terinfeksi hepatitis C dan HIV. Kekebalan tubuhnya sudah rendah, hanya 82, padahal normalnya 400 lebih. Akibatnya, adik saya menderita dua infeksi oportunistik, yaitu TBC paru dan toksoplasma di otak. Kami sungguh terkejut dengan penjelasan dokter tersebut. Infeksi otak tentu merupakan penyakit yang berbahaya dan terapinya tentu sulit.

Kami sekeluarga akan memberi dukungan sampai adik saya dapat disembuhkan infeksi paru dan otaknya. Saya tahu untuk hepatitis C obatnya mahal dan obat untuk HIV akan dapat bantuan pemerintah. Pertanyaan saya adalah apakah adik saya dapat pulih kesehatannya setelah mendapat infeksi di otak? Apakah dia akan cacat, bagaimana dengan kemampuan berpikirnya? Sekarang ini meski nyeri kepala hebat, kesadarannya masih baik. Terima kasih atas penjelasan dokter

J di B

 

Infeksi HIV di negeri kita masih sering didapatkan. Diperkirakan, ada sekitar 300.000 orang yang terinfeksi di Indonesia. Apabila kekebalan tubuh (CD4) menurun tajam, maka ada risiko terjadi infeksi yang menumpang yang disebut infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) yang sering di Indonesia adalah tuberkulosis. Meski demikian, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo infeksi oportunistik berupa infeksi pada otak cukup sering terjadi.

Di rumah sakit terdapat sekitar 400 infeksi otak, termasuk toksoplasma. Penduduk Indonesia amat akrab dengan toksoplasma. Pada umumnya dalam kehidupan, kita telah terpajan toksoplasma, biasanya melalui makanan (umumnya daging) yang mengandung toksoplasma. Setelah terpajan kita mungkin mengalami sakit berupa demam dan pembengkakan kelenjar limfe daerah leher.

Jika infeksi sembuh pun, parasit toksoplasma ini masih ada di tubuh kita. Pada waktu kekebalan tubuh mengalami penurunan hebat misalnya pada infeksi HIV, maka toksoplasma akan mengalami reaktivasi. Acapkali reaktivasi terjadi berupa infeksi toksoplasma otak. Gejala toksoplasmosis otak memang berupa nyeri kepala yang progresif yang dapat disertai dengan muntah-muntah. Diagnosis akan dapat lebih tajam bila dilakukan pemeriksaan imaging pada otak, baik dengan CT scan maupun MRI. Namun sayang kedua pemeriksaan ini mahal sehingga jika tak mungkin dilakukan, maka dokter harus mampu mengandalkan kemampuan klinisnya.

Biasanya pada penderita didapatkan riwayat risiko penggunaan narkoba suntikan atau risiko lain yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi HIV. Pada pemeriksaan klinis, selain nyeri otak adakalanya didapatkan kelumpuhan sebelah badan karena kerusakan otak akibat infeksi ini. Infeksi toksoplasma merupakan infeksi yang serius. Namun, jika dapat didiagnosis pada keadaan dini terapi dapat segera diberikan. Terapinya sederhana, tidaklah mahal. Hasil terapi akan tampak dalam dua minggu. Penderita akan mulai berkurang nyeri kepalanya, bahkan sering penderita yang menurun kesadarannya pulih kembali.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com