Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI Coba Dengar Suara Rakyat

Kompas.com - 23/05/2010, 05:27 WIB

KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, 28 Mei 2008, mengatakan, ”Yang paling bernostalgia kalau dibicarakan soal Kebangkitan Nasional adalah komunitas dokter.”

Tahun 1908, dokter muda, Sutomo dan Wahidin Sudiro Husodo, memelopori gerakan kebangsaan yang pertama. Mereka kemudian mendirikan gerakan Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. ”Dokter muda itu yang menggerakkan sejarah,” ujar SBY pada ulang tahun ke-100 Kebangkitan Nasional di depan para anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Pada ulang tahun ke-100 Kebangkitan Nasional, IDI yang saat itu dipimpin dr Fachmi Idris (Ketua Umum) dan Zaenal Abidin (Sekretaris Jenderal dan sekarang jadi Ketua Umum terpilih untuk periode 2009-2012) mencanangkan konsultasi kesehatan gratis.

Menurut dr Mahesa Paranadipa, Manajer Eksekutif Pengembangan Pendidikan Keprofesionalan IDI, Sabtu (22/5/2010) di Jakarta, konsultasi gratis itu kini telah berjalan selama tiga tahun.

Namun, sebagian besar rakyat Indonesia, terutama di wilayah- wilayah kumuh di perkotaan, tidak bisa menjangkau konsultasi gratis itu. Beberapa dokter muda IDI mencoba mendatangi sebagian kecil kawasan kumuh itu.

Dengarkan suara rakyat

Sepanjang hari Jumat (21/5/2010) dan Sabtu (22/5/2010), dr Zaenal Abidin dan dr Mahesa Paranadipa serta beberapa dokter muda lainnya menyelusuri tepi anak Sungai Ciliwung yang paralel dengan jalur kereta api dari depan Hotel Sanggri-La sampai wilayah Kampung Melayu, Jakarta Timur.

Di sebuah warung kopi dan makanan dekat pintu kereta api serta sebuah jembatan beton di Manggarai, Jakarta Pusat, rombongan dokter muda ini berhenti dan berdiskusi dengan Beti Sugiarto (janda usia 47 tahun), Eni (janda 68 tahun asal Parung, Bogor, Jawa Barat), Amirin (23), Yadi (pengemudi kendaraan umum), Iro, Jembleng, Sulasti, dan lain-lainnya. Pembicaraan mereka sering tidak terdengar karena selama dua jam dialog berlangsung, hampir lima kali kereta api melintas dengan suara berderu keras.

Cerita-cerita yang didapat dari pertemuan di warung itu seperti ini: ”Seorang wanita muda punya anak lima dan ayahnya lima orang, tidak bisa berobat karena tidak punya uang tidak punya KTP, mengobati penyakit kelamin dengan disiram bensin kemaluannya”. Pokoknya, mereka bercerita tentang kenestapaan. Namun, cerita itu disampaikan dengan tawa riang. ”Kerawanan kesehatan sudah menjadi napas kehidupan mereka,” ujar Zaenal.

Warung tempat pertemuan antara penduduk dan para dokter muda itu dekat dengan jembatan beton dan beraspal sepanjang lima meter. Di bawah aspal jembatan ada tiang beton tebal sebagai penyangga. Dua meter di bawah beton-beton itu, permukaan air sungai terlihat keruh. Di bawah jembatan tersebut, tiap malam, sebanyak 15 keluarga (sekitar 35 orang) tidur.

”Hampir tiap malam ada anak kecil yang kecemplung di air sungai. Akan tetapi, mereka bisa berenang dan kembali tidur lagi di atas beton itu,” cerita Jemleng kepada para dokter muda.

”Mereka adalah orang-orang terabaikan. Kami hanya bisa mendengarkan dan hadir di antara mereka pada ulang tahun Kebangkitan Nasional ke-102 ini,” ujar Mahesa. (OSD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com