Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Rawan Tindak Kekerasan di Rumah

Kompas.com - 30/07/2010, 04:03 WIB

Jakarta, Kompas - Rumah dan keluarga yang seharusnya menjadi zona tumbuh kembang yang positif bagi anak ternyata tidak lagi bisa diharapkan. Semakin banyak kasus kekerasan yang dialami anak di lingkungan rumah dan keluarga dengan mayoritas pelaku orangtua yang seharusnya melindungi anak.

Hal itu dikemukakan Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi, Kamis (29/7). ”Berdasarkan data kami, pelaku kekerasan terhadap anak justru 80 persen dilakukan oleh ibu dan sebagian besar ibu tak merasa melakukan kekerasan karena dianggap sebagai bagian dari proses mendidik anak,” ujarnya.

Tindak kekerasan fisik ataupun psikis oleh orangtua tak bisa dibiarkan karena anak pasti akan meniru perlakuan orangtuanya dan diterapkan kepada orang lain atau kepada anaknya pada kemudian hari. Rantai kekerasan turun-temurun ini harus diputus dengan menyadarkan orangtua untuk tidak memakai paradigma lama dalam mendidik anak.

”Yang bisa membantu mencegah kekerasan sebenarnya tetangga. Jika tetangga atau masyarakat tidak melapor, akan terkena sanksi penjara 5 tahun. Biasanya orang enggan melapor karena dianggap masalah internal keluarga,” kata Seto.

Selain orangtua, anak pun menjadi korban kekerasan media massa, seperti TV, melalui program tayangan berisi tindak kekerasan. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Dadang Rahmad Hidayat menilai, pola menonton TV anak dan keluarga belum baik. Apalagi jika orangtua sibuk dan tidak bisa membatasi anak menonton TV. Pengaruh negatif TV sebenarnya bisa dicegah jika TV tidak diletakkan di ruang-ruang nyaman, seperti ruang keluarga, ruang makan, atau kamar tidur.

”Harus ada edukasi pola menonton yang baik. Masih banyak program tayangan untuk anak yang mengandung tindak kekerasan fisik atau psikis melalui kata-kata kasar, seperti ’kurang ajar’ atau ’bodoh’. Anak perlu didampingi ketika menonton TV. Meski kartun sekalipun, masih banyak kandungan tindak kekerasan,” katanya.

Sulit steril

Namun, menurut psikolog Ratna Juwita, orangtua tidak mungkin bisa 100 persen melindungi anaknya. Bahkan, jika orangtua berusaha menciptakan lingkungan yang 100 persen steril dari tindak kekerasan, berarti orangtua justru tak menyiapkan anak menghadapi dunia nyata. Padahal, anak lebih banyak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan alami. ”Orangtua justru harus menyiapkan anak agar ia tahu nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,” ujarnya.

Ratna juga menilai, orangtua kerap tak bisa menanamkan nilai-nilai positif kepada anak karena waktunya tersita untuk berbagai kegiatan. Padahal, anak mau tak mau harus diberi contoh teladan melalui proses pembelajaran yang positif. ”Kadang-kadang orangtua tidak sadar perlakuan mereka kepada anak justru menanam bibit-bibit kekerasan, seperti ketika anak menendang atau memukul malah dipuji-puji,” kata Ratna. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com