Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kearifan Tubuh Perempuan Hanya Bisa Dicerna dengan Kecerdasan

Kompas.com - 30/07/2010, 18:53 WIB

KOMPAS.com - Seks telah ada dan lahir jauh sebelum ada agama dan negara, apalagi teknologi media. Selama ribuan tahun, kearifan tubuh perempuan telah disikapi dengan kecerdasan oleh manusia purba, dimaknai dengan penuh hormat dan penuh kuasa oleh perempuan.

Ketika gagasan tentang negara mewujud, lebih tepatnya ketika ideologi untuk mendominasi memasuki ruang berpikir manusia, prinsip-prinsip patriarki menguasai cara menjalankan negara. Kontrol dan intervensi terhadap pendefinisian peran dan seksualitas perempuan, sekaligus merampas kendali perempuan atas dirinya, adalah salah satu yang utama.

Di Indonesia, intervensi negara terhadap pendefinisian peran dan seksualitas perempuan terus berlangsung. Negara penjajah menambahkan unsur rasisme terhadap perempuan pribumi, negara-negara jajahan punya unsur tak kalah dahsyat: feodalisme. Negara merdeka terus melanjutkan upaya intervensi itu.

Reformasi politik tahun 1998 meski memberi cahaya baru bagi pergerakan perempuan dan dalam beberapa hal menghasilkan kebijakan yang berpihak pada hak perempuan, tetap tidak mengurangi hasrat negara melanjutkan intervensi terhadap pendefinisian peran dan seksualitas perempuan.

Publik-privat
Lahirnya Undang-Undang Pornografi, misalnya, menurut ilmuwan filsafat Dr Gadis Arivia hanya melahirkan kedunguan pengetahuan tentang seks, menegasikan kecerdasan, dan melahirkan kekeruhan berpikir. Hiruk-pikuk komentar dan kecaman mengenai kasus-kasus yang dikategorikan ”pornografi” dan ”ketidakpantasan” adalah cerminan itu.

”Definisi (dalam UU Pornografi) tidak didasari penelitian dan kajian yang membentuk masyarakat cerdas terhadap seks, yang mengutamakan pendidikan tentang seks dan bukan mengandalkan mitos atau tabu dan takut terhadap seks,” tegas Gadis, pengajar pada Jurusan Filsafat Universitas Indonesia, dalam pidato pada acara ulang tahun ke-15 Yayasan Jurnal Perempuan, Kamis (29/7) lalu di Jakarta.

Pidato Gadis tampaknya merupakan tanggapan bagaimana negara (dan media) telah memasuki ranah pribadi individu dan tak lagi bisa membedakan urusan publik dan urusan privat (juga dalam soal keyakinan).

Soal pribadi Ariel-Luna Maya-Cut Tari adalah kasus terbaru bagaimana negara dan media mengeksploitasi soal pribadi menjadi soal publik, menunggangi fundamentalisme untuk kepentingan politik. ”Sementara soal negara, seperti penggelapan pajak dan kartel, direduksi menjadi soal personal elite politik,” lanjut Gadis.

Definisi yang luas dan kabur suatu undang-undang tidak akan menghasilkan ketertiban, tetapi kekacauan. Kasus video pribadi yang dilakukan tiga orang dewasa yang seharusnya bukan persoalan pidana telah dijadikan obyek kriminal dan polisi.

”Di dalam UU tersebut disebutkan pelaku dan penyebar video porno masuk dalam jeratan UU Pornografi. Pertanyaan saya, berapa banyak audience yang telah mengunduh video itu dan berapa banyak yang telah melihat isi video itu?”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com