JAKARTA, KOMPAS.com - Akibat keputusan komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan vaksin buatan produsen asal Belgia, Glaxo Smith Kline (GSK), pemerintah harus mengeluarkan dana tambahan untuk pengadaan vaksin baru sebesar Rp 60 miliar dan membuang Rp 20 miliar dari vaksin meningitis yang sudah terlanjur dibeli dari GSK.
Keputusan tersebut dipertanyakan sejumlah ahli kesehatan. Mereka beranggapan fatwa halal dan haram yang dikeluarkan MUI tergesa-gesa. "Sebelum menetapkan sebuah keputusan (MUI) seharusnya dilihat dulu prosesnya dari awal sampai akhir. Diperbandingkan dengan baik sehingga tidak ada uang negara yang harus keluar lebih banyak," kata dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP, anggota Dewan Pertimbangan Presiden di acara media workshop mengenai vaksin meningitis yang diadakan oleh Yayasan YARSI di Jakarta, Selasa (3/8/2010).
Ia menjelaskan, produsen vaksin di dunia, termasuk GSK dan Novartis yang mengantongi sertifikat halal, sama-sama membeli bibit vaksin dari pabrik kuman di Belanda.
"Teknologi pengembangan bibit kuman dari dulu sampai sekarang belum ada yang berubah. Jadi nenek moyang vaksin itu semuanya sama, memang ada persinggungan dengan enzim babi tapi bakteri yang dipakai sekarang sudah turunan kesekian yang tidak bersinggungan lagi dengan unsur babi," paparnya.
Pada kesempatan itu ia juga menghimbau agar produsen vaksin bersikap jujur ketika menjelaskan asal usul vaksin dan proses pembuatannya. "Tidak bisa jika hanya mengklaim dari surat rekomendasi yang dikeluarkan pabrik vaksin," ujarnya.
Siti Fadilah menjelaskan, polemik mengenai kehalalan vaksin meningitis memang dimulai dimasa ketika ia menjabat sebagai menteri kesehatan RI tahun 2004-2008. "Waktu itu juga ada surat dari Pemerintah Saudi yang mewajibkan suntik meningitis bagi calon jemaah haji," katanya.
Ia menambahkan, di masa itu dirinya memutuskan menggunakan vaksin buatan GSK karena berdasarkan audit proses pembuatan vaksin sudah melalui proses pemurnian berkali-kali. Keputusan para pakar dan ulama juga menyebutkan vaksin meningitis tersebut halal.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.