Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Masih Skeptis Terhadap Jamu

Kompas.com - 05/08/2010, 08:15 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Jamu sebagai obat tradisional asli Indonesia belum diperlakukan sejajar dengan obat-obatan medis. Selama jamu belum terintegrasi dengan sistem kesehatan formal di Indonesia, maka tidak akan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Agus Purwadianto mengatakan, di kalangan medis jamu masih belum diperhitungkan. Dalam pandangan Agus, kalangan dokter di Indonesia masih berpikiran skeptis terhadap jamu.

"Dokter sebagai tenaga medis yang dipercaya masyarakat justru sering menempatkan jamu sebagai obat nonmedis, karena banyak dokter di Indonesia yang terkesan berperan sebagai petugas promosi dan pemasaran perusahaan farmasi multinasional, sehingga mereka tidak mau mengobati pasien dengan memanfaatkan jamu," katanya ketika menjadi pembicara pada seminar ’Dissemination of Progress Results in Herbal Medicine Development", di Yogyakarta, Rabu kemarin.

Selain itu, menurut Agus, sampai sekarang belum terbentuk komunitas apoteker spesialis jamu, dan belum banyak rumah sakit yang memiliki unit pelayanan jamu.

Ia mengatakan jamu belum diperlakukan sejajar dengan obat, karena klasifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menganggap jamu seolah-olah bukan obat yang ilmiah karena standardisasi kandungan kimianya belum dipersyaratkan.

Menurut dia, regulasi yang ditetapkan BPOM memberikan anggapan bahwa khasiat jamu belum teruji di laboratorium, melainkan lebih berdasar pada khasiat empiris tradisional yang dipercayai secara turun temurun.

"Pemerintah saat ini sedang menyusun rancangan undang-undang yang menempatkan jamu sejajar dengan obat-obatan konvensional," katanya.       

Dalam sistem kesehatan nasional,  lanjut Agus,  jamu sebenarnya telah diakui dan diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 

"Seharusnya jamu ditempatkan sejajar dengan obat-obatan konvensional," katanya

Menurut dia, pada Undang-undang (UU) Kesehatan disebutkan jamu merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Ia mengatakan dalam UU Kesehatan disebutkan jamu merupakan bagian dari obat tradisional yang merupakan ramuan turun temurun, dan dibukukan maupun tidak dibukukan.

"Penggabungan metode pengobatan nonkonvensional dengan pengobatan konvensional akan memberikan khasiat pengobatan yang lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan satu jenis pengobatan," katanya.   Agus mengatakan, untuk menghilangkan kesan tidak ilmiah yang melekat pada jamu, pemerintah sedang menggalakkan saintifikasi jamu, yaitu cara untuk memperoleh bukti ilmiah dari khasiat jamu. "Saintifikasi jamu akan meningkatkan penggunaan jamu yang telah teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit," katanya.

Saintifikasi jamu juga diharapkan bakal meningkatkan penggunaan jamu di kalangan profesi kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com