Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merkuri Ada di Seantero Bumi

Kompas.com - 25/08/2010, 03:06 WIB

Aryo Wisanggeni G

Berdasarkan laporan Mercury-Reductions are feasible yang disusun Norden, organisasi kerja sama negara-negara Normandia, pada 2010, setiap tahun 1.200-2.900 ton uap merkurium terlepas ke atmosfer akibat aktivitas manusia.

Uap merkuri bisa bermula dari apa saja. Dari sebuah lampu hemat energi di kamar Anda yang pecah, baterai remote control televisi Anda yang habis, dan cat tembok antijamur rumah Anda.

Ya, merkuri lebih dekat daripada Teluk Minamata di Jepang yang menggemparkan dunia pada 1950-an. Kasus pencemaran merkuri oleh Chisso Corporation, produsen pupuk kimia, karbit, petrokimia, dan plastik, di Minamata, Jepang, telah menyadarkan dunia akan risiko membuang langsung limbah merkuri ke alam.

Sedikitnya 1.629 orang meninggal karena keracunan limbah metil merkuri yang dibuang ke Teluk Minamata yang menyusup ke dalam ikan dan kerang tangkapan nelayan yang lantas beralih ke dalam tubuh warga yang mengonsumsi ikan dan kerang Teluk Minamata.

Penumpukan merkuri akhirnya merusak sistem saraf pusat manusia, menimbulkan berbagai gejala kerusakan saraf yang dikenal sebagai ”Penyakit Minamata”. Kandungan merkuri dalam tubuh seorang ibu ”diwariskan” kepada bayi yang disusuinya, menghasilkan anak yang cacat dan/atau menderita serebral palsi. Total jumlah korban pencemaran merkuri oleh Chisso Corporation lebih dari 30.000 orang.

Berdasarkan laporan Environmental Protection Agency Amerika Serikat yang dikutip International Persistent Organic Pollutants Elimination Network, merkuri memengaruhi dan merugikan perkembangan otak dan sistem saraf. Merkuri dapat mengurangi kemampuan berpikir, memori, perhatian, penguasaan bahasa, keterampilan motorik hasil, dan keterampilan ruang visual.

Mengulang Minamata

Namun, keracunan merkuri tidak harus menunggu ulah industri membuang limbah ke sungai dan lautan. Pejabat program United National Environmental Programme, Desiree Navaez, membeberkan fakta betapa uap merkuri ada di mana-mana. Logam yang melebur pada suhu -38,87 derajat celsius itu menguap dalam suhu normal ruangan yang berkisar 25 derajat celsius-38 derajat celsius.

Merkuri adalah elemen yang tidak bisa diciptakan, sekaligus tidak bisa dihancurkan. ”Kandungan alamiah merkuri rata-rata 0,05 mg per kg pada kerak bumi. Secara alamiah, merkuri dilepaskan dalam proses pelapukan kerak bumi ataupun aktivitas gunung berapi. Akan tetapi, aktivitas manusia telah memperbesar pelepasan merkuri di atmosfer. Pembakaran batu bara di pembangkit listrik tenaga uap, produksi semen, pengolah minyak dan gas bumi, kesemuanya melepaskan merkuri ke atmosfer,” kata Navaez.

Uap merkuri sama berbahayanya dengan metil merkuri yang dibuang Chisso Corporation ke Teluk Minamata. ”Di udara, uap merkuri bersifat persisten, tidak mudah terurai oleh alam. Uap merkuri akan terbawa ke mana angin berembus, terbawa hingga ribuan kilometer dan melintasi benua,” kata Navaez di Jakarta, Selasa (3/8).

Uap merkuri akan bertahan di atmosfer antara 6 bulan dan 18 bulan, lalu luruh entah di mana. Saat meluruh, merkuri bisa memasuki rantai makanan, terutama memasuki rantai makanan ekosistem kelautan dan perairan, persis sebagaimana yang terjadi di Teluk Minamata.

”Merkuri akan terakumulasi dalam biota laut yang akhirnya dikonsumsi manusia. Dalam jangka panjang, merkuri di dalam tubuh terakumulasi di usus, otak, jantung, paru, hati, dan ginjal. Kandungan merkuri di dalam tubuh akan mengakibatkan ruam di kulit, iritasi, berkeringat, sulit tidur, nyeri yang ekstrem, dan iritasi,” kata Navaez.

Karena uap merkuri bertahan lama di atmosfer bumi, para ahli menyatakan, merkuri adalah polutan global. Pada 7-11 Juni, delegasi 121 negara telah mengikuti perundingan awal untuk membatasi penggunaan merkuri secara global. Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pertambangan, Energi, dan Migas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Rasio Ridho Sani menyatakan, Indonesia mendukung rencana pembatasan pemakaian merkurium melalui perjanjian internasional.

”Akan tetapi, pembatasan itu harus memerhatikan kepentingan dan kemampuan negara berkembang. Indonesia mendukung, tetapi meminta pemberlakuan prinsip common but differentiated responsibilities (urusan bersama, tapi dengan tanggung jawab berbeda),” kata Rasio.

Lebih rentan

Banyak fakta menunjukkan, merkuri berbahaya. Namun, logam itu demikian berperan dalam peradaban. Kemampuannya mengikat logam lain menjadikan merkuri aktor penting dalam proses pelapisan logam (amalgam), pemutihan, juga finishing pengolahan logam. Para pendulang emas di ratusan pertambangan emas rakyat menggunakan merkuri untuk memurnikan emas dari material yang tidak berharga.

Direktur Bali Fokus Yuyun Ismawati mengisahkan tes uji rambut para peserta Intergovernmental Negotiating Committee Pembatasan Merkuri menunjukkan, tubuh warga negara berkembang cenderung mengendapkan lebih banyak merkuri daripada tubuh warga negara maju. ”Dari uji rambut terhadap 50 delegasi perundingan Stockholm itu, rambut yang diuji semuanya telah mengandung merkurium antara 95 dan 2.600 mikrogram per kilogram berat tubuh. Fakta menariknya, rambut delegasi negara berkembang memiliki kandungan merkurium lebih tinggi daripada rambut delegasi negara maju,” kata Yuyun.

Kandungan merkuri di rambut delegasi negara maju rata-rata 669 ultragram per kilogram berat tubuh (ug/kg), sementara kandungan merkuri di rambut delegasi negara berkembang rata-rata 1.182 ug per kg.

Merkuri memang dekat dengan keseharian kita. Termometer air raksa tetap dijual di banyak apotek di Indonesia kendati termometer elektrik telah ada. Kepekaan terhadap suhu dan sifatnya sebagai penghantar listrik yang baik menjadikan merkuri komponen penting sensor dan alarm kebakaran di plafon ruang-ruang kantor.

Kebanyakan lampu listrik hemat energi di Indonesia adalah lampu merkuri yang aman digunakan selama tabungnya tidak pecah. Baterai superkuat di remote control atau telepon seluler Anda pun menggunakan merkuri.

Cat yang antijamur bisa jadi mengandung merkuri dan terus-menerus menguapkan merkuri di dalam rumah dan mengotori bumi. Merkuri bahkan dipakai dalam amalgam tambalan gigi berlubang di mulut kita. Juga untuk mengawetkan vaksin bagi anak balita kendati kini mulai ditinggalkan setelah digunakannya zat pengawet yang lebih aman.

Semua itu menyebabkan uap merkuri di negara berkembang, seperti Indonesia, berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju.

”Kita tidak pernah tahu apa yang harus kita lakukan jika lampu hemat energi di rumah kita habis masa pakainya. Baterai yang tidak bisa lagi dipakai harus dibuang ke mana? Tidak ada kewajiban bagi produsen lampu hemat energi, misalnya, untuk menarik produk bermerkuri yang habis masa pakainya,” kata Yuyun.

Rasio menjelaskan, Indonesia mulai berbenah untuk mengurangi polusi merkuri di negeri sendiri. Pada 3 Agustus lalu, Kementerian Lingkungan Hidup menggelar Roundtable Discussion Pengelolaan Merkuri di Jakarta. Rencananya, pengurangan penggunaan merkuri akan dimulai dari sektor kesehatan.

”Sektor kesehatan sensitif terhadap isu merkuri. Padahal, sektor itu strategis untuk memulai pembatasan merkuri dibandingkan sektor lain,” kata Rasio.

Lalu, bagaimana dengan polusi merkuri di rumah kita? Sementara waktu hanya kita sendiri yang bisa mencegahnya sambil menunggu pemerintah siap mengurusnya.

Berhemat-hematlah memakai baterai, jagalah lampu hemat energi di rumah Anda agar tidak pecah. Berhati-hatilah memilih cat tembok, tambalan gigi, juga vaksin imunisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com