Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Sindrom Guillain-Barre

Kompas.com - 28/09/2010, 04:02 WIB

Lazimnya, ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus, atau bakteri, tubuh menghasilkan antibodi untuk melawan antigen (zat yang merusak tubuh). Pada kasus SGB, antibodi justru menjadi jahat dan menyerang sistem saraf tepi. Selaput myelin yang menyelubungi sel saraf dihancurkan (demyelinasi) sehingga sel sarafnya rusak. Kerusakan mulai dari pangkal ke tepi atau dari bawah ke atas.

Kerusakan itu menyebabkan kelumpuhan motorik dan menimbulkan gangguan sensibilitas pada penderita. Jika kerusakan terjadi sampai pangkal saraf (radiks), dapat menyebabkan kelainan pada sumsum tulang belakang.

Pada kasus Susanti, SGB ditemukan dua minggu setelah Susanti menjalani operasi usus buntu. Setelah itu serangan mulai dari kaki Susanti yang kemudian tidak dapat digerakkan. Kelumpuhan itu pun merambat hingga ke tangan dan anggota tubuh lain. Susanti juga tidak dapat berbicara.

Pada penyakit autoimun yang lain, serangan yang terjadi serupa, tetapi pada lokasi yang berbeda. Meski demikian, mekanisme terjadinya juga tidak dapat dipahami: antibodi yang dihasilkan justru menyerang tubuh. Kasus multiple sclerosis, misalnya, demyelinasi terjadi pada saraf pusat. Adapun pada myasthenia, antibodi merusak hubungan antara saraf dan otot.

Kelumpuhan pada SGB biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap. Kejadiannya pun tidak dapat diperkirakan. Pada beberapa kasus kelumpuhan terjadi sangat cepat dan pada kasus yang lain kejadiannya bisa lebih lambat.

Pada kasus yang parah kerusakan selaput myelin mencapai paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan. Paru-paru pun tidak dapat bekerja dan penderita harus dibantu dengan ventilator.

Dengan kelemahan tersebut, sangat mungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru karena kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan berkurang. Itu yang menyebabkan kondisi penderita semakin parah.

Gejala lain yang dirasakan penderita SGB adalah kehilangan sensitivitas, seperti rasa kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri. Pola persebarannya tidak teratur dan tidak simetris, bisa berubah setiap saat.

Biasanya, kata Amien, penderita SGB sebelumnya menderita infeksi virus seperti influenza satu atau dua minggu sebelumnya. Bisa jadi hal itu didorong oleh virus influenza, atau reaksi imun terhadap virus influenza.

Tidak terjadi infeksi

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com