Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Mengatur Pola Makan

Kompas.com - 14/10/2010, 03:07 WIB

Oleh M Zaid Wahyudi

Perkembangan zaman yang menuntut serba cepat dan praktis turut memengaruhi pola makan masyarakat. Makanan instan buatan pabrik menjadi pilihan karena enak, murah, mudah didapat, serta mudah diolah. Padahal, kandungan bahan tambahan makanan dalam makanan instan itu memiliki risiko. 

Konsumsi makanan instan menjadi pilihan di tengah kesibukan masyarakat modern serta ketidakmampuan dan terbatasnya waktu untuk memasak makanan segar. Tren ini berlangsung secara global, bukan hanya di Indonesia.

Semula makanan instan disiapkan untuk para astronot yang akan melakukan perjalanan ke luar angkasa ataupun tentara yang sedang berperang. Agar makanan mudah diolah, tetapi bercita rasa enak dan tahan lama, ditambahkanlah sejumlah bahan tambahan makanan.

Dalam perkembangannya, industri pun memanfaatkan berbagai bahan tambahan makanan ini, baik pengawet, perisa, penguat rasa, pewarna, maupun berbagai jenis lainnya. Bahan tersebut membuat produksi makanan menjadi lebih murah, bisa dimanfaatkan dalam waktu lama, serta sebarannya pun menjadi lebih luas.

Meski penggunaannya dalam jumlah tertentu dijamin keamanannya oleh pemerintah dan kesepakatan internasional, konsumsi makanan instan yang mengandung bahan tambahan makanan tetap perlu diatur. Konsumsi makanan dengan gizi berimbang dan bervariasi dapat meminimalkan risiko penggunaan bahan tambahan makanan.

”Semestinya makanan instan jangan dijadikan menu harian. Sesekali mengonsumsi tentu diperbolehkan. Prinsipnya, kebutuhan nutrisi makro dan mikro harus terpenuhi,” ungkap Ahli Analisis dan Keamanan Pangan dari Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Rahmana Erman Kartasasmita, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (13/10).

Mi instan

Salah satu makanan instan favorit masyarakat Indonesia adalah mi instan. Tak hanya dijadikan sebagai makanan pengganjal lapar sebelum menunggu waktu makan, mi juga banyak digunakan sebagai lauk-pauk. Bahkan, beberapa orang menjadikannya sebagai camilan dengan cara mencampur bumbu dan mi tanpa dimasak.

Dokter spesialis penyakit dalam serta konsultan lambung dan pencernaan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Ari Fahrial Syam, mengatakan, konsumsi makanan instan sebenarnya tak masalah jika dilakukan secara benar.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com