Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MDGs dan Pengurangan Risiko Bencana

Kompas.com - 20/10/2010, 01:29 WIB

Oleh : Hendra Syahputra1) & Nani Eliza2)

SEMANGAT Millenium Development Goals (MDGs) yang ditujukan untuk pembangunan Milenium, terus didengungkan oleh 192 anggota PBB. Ditinjau  secara kuantitatif  mesti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015, cita-cita delapan tujuan pembangunan milenium ini juga semakin disemangati dengan cita-cita pengurangan risiko bencana di dunia. Tujuan ini dirumuskan dari ‘Deklarasi Milenium’,  dimana Indonesia menjadi salah deklator dari 189 negara yang ditandatangani pada September 2000.

Delapan Tujuan Pembangunan Milenium juga menjelaskan mengenai tujuan pembangunan manusia, yang secara langsung juga dapat memberikan dampak bagi penanggulangan kemiskinan ekstrim. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum yang harus dicapai Indonesia pada 2015.

Indonesia sendiri memiliki  target pencapaian MDGs yang harus ditindak lanjuti. Pertama, Pengentasan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan. Kedua, Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua. Ketiga, mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan. Keempat, Mengurangi Tingkat Kematian Anak. Kelima, Meningkatkan Kesehatan Ibu. Keenam, Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Ketujuh,  Memastikan Kelestarian Lingkungan, dan Kedelapan, Mengembangkan Kemitraan untuk Pembangunan.

Kini Poin ke tujuh dari MDGs tersebut, pada butir memastikan kelestarian lingkungan, menjadi entry point yang sangat penting dalam pengurangan risiko bencana di Indonesia, yang sangat rentan dengan bencana alam.

Saat ini sudah ada pemahaman yang jelas bahwa Sasaran-sasaran Pembangunan Milenium tidak akan tercapai tanpa pertimbangan risiko bencana, dan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai kalau pengurangan risiko bencana tidak diarusutamakan ke dalam kebijakan-kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sudah secara luas diakui bahwa perspektif pengurangan risiko bencana harus dipadukan kedalam perencanaan pembangunan setiap negara dan dalam strategi-strategi pelaksanaannya yang terkait. Kabar baiknya, teknologi sekarang memberikan kemampuan tentang dan kesempatan akan pemahaman lebih baik tentang risiko bencana dan dalam mengambil tindakan proaktif untuk mengurangi kerugian akibat bencana sebelum bencana terjadi. Konteks ini telah mempengaruhi hasil dokumen WCDR: Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015: Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (Hyogo Framework for Action 2005-2015: Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters).

Negara-negara anggota PBB sepakat untuk mengupayakan pencapaian target pembangunan milenium tahun 2015 guna mengurangi risiko bencana. Stakeholders dunia mencanangkan hal ini, mengingat bencana merupakan bagian kehidupan. Indonesia, sebagai negara yang berada di daerah rawan bencana juga harus sigap dan menyikapi dengan cerdas apa yang sudah dipikirkan oleh 192 anggota PBB tersebut, untuk refleksi dan langkah yang dapat dijadikan moment untuk memikirkan A-Z bencana di bumi pertiwi ini dalam upaya pengurangan risiko bencana.

Untuk tingkat Asia, berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005 – 2015 dengan tema “Membangun ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana” memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko bencana terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara membangun  ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.

Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4000 perwakilan pemerintah, organisasi non pemerintah, institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005 -2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana (HFA). Kerangka aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap asset-aset sosial, ekonomi dan lingkungan suatu masyarakat dan Negara dengan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setidaknya pada tahun 2015.

HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain itu juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan Negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian MDGs. Untuk membantu pencapaian  hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima prioritas aksi yang spesifik : (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) memperbaiki informasi risiko bencana dan peringatan dini; (3) membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com