Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Pun Berdaya Hadapi Bencana

Kompas.com - 03/11/2010, 04:40 WIB

Oleh Aryo Wisanggeni Genthong

Terjangan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (25/10), menewaskan 427 warga di tiga pulau di tepian Samudra Hindia, Pulau Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Ratusan lainnya hilang atau terluka. 

Menurut catatan terakhir, 75 warga hilang, 498 warga terluka, 720 rumah hancur, dan 15.097 warga mengungsi. Kesedihan menyesaki Mentawai. Namun, ada pula kisah lain, seperti kisah di Dusun Maguiruk yang sebagian besar warganya selamat.

Ketika gempa mengguncang Mentawai pada 25 Oktober malam, sebagian besar dari 323 warga Dusun Maguiruk tengah terlelap. Malam telah larut dan desa tak berlistrik itu kian gelap karena satu demi satu generator listrik milik warga dimatikan.

”Namun, di dusun kami setiap malam ada warga yang berjaga. Ketika gempa terjadi, para peronda membangunkan para warga yang lantas keluar rumah,” kata Kepala Dusun Maguiruk Masril Sakerebau.

Para warga harus keluar dari rumah dengan membawa tas siaga, tas yang berisi dokumen penting dan uang secukupnya. Ada warga yang bertugas menengok sungai di dusun, melihat apakah airnya surut. ”Semua warga dusun sudah tahu lokasi evakuasi jika terjadi gempa. Jika air sungai surut, seharusnya ada warga yang memimpin evakuasi warga ke lokasi itu,” kata Masril.

Panatua Gereja Kristen Protestan Mentawai di Maguiruk, Perdamaian Siritoitet, menuturkan, guncangan gempa itu tak terlalu keras, tetapi berlangsung cukup lama.

Sayangnya, ada enam warga Maguiruk yang tengah menginap di pantai karena sedang mencari rotan. ”Gempa yang lembut itu tidak mereka rasakan. Ada yang sudah bangun, tetapi menganggap gempa sekecil itu tidak mungkin menyebabkan tsunami. Ternyata, tsunami datang. Satu warga kami, Julvani, meninggal karena tidak sempat menyelamatkan diri. Lima orang terluka terseret tsunami, tetapi mereka mulai sembuh,” kata Perdamaian.

Selasa pagi, warga Maguiruk turun kembali ke dusun, mendapati dusun mereka utuh. Gapura bertuliskan ”Selamat Datang di Maguiruk, Dusun Siaga Bencana” masih berdiri tegak. Jalan kampung yang berupa semen cor bersih, diapit rerumputan dan semak. Seolah salah satu permukiman di pantai barat Pagai Utara itu jauh dari bencana. Padahal, dusun sedesanya di Desa Silabu, Dusun Tumalei, dan Gogoa, luluh lantak.

”Tsunami menerjang daratan hingga sejauh 250 meter dari pantai, menghancurkan kebun keladi dan kelapa kami. Padahal, kelapa yang kami olah menjadi kopra adalah sumber penghasilan kami. Keladi sumber pangan kami. Namun, bagaimana pun kami beruntung, 85 rumah Dusun Maguiruk utuh. Sejak dusun berdiri tahun 1947, inilah lokasi dusunnya, 450 meter dari pantai. Beberapa kali kami hampir pindah ke tepi pantai, tetapi kami beruntung bertahan di dusun ini,” kata Masril.

Dusun Maguiruk adalah satu dari empat dusun di Pagai Utara yang pernah mendapatkan pelatihan Tim Penanganan Bencana Dusun yang diselenggarakan Surfaid Internasional pada 2007. Pada tahun 2007-2009, lembaga swadaya internasional itu melatih warga 22 dusun di Pulau Siberut, Sipora, dan Pagai Utara untuk bersiaga menghadapi tsunami.

Di Maguiruk, segalanya tertata rapi. Ada 27 warga yang menjadi anggota tim penanganan bencana yang terbagi dalam 11 regu. ”Ada yang bertugas mengecek pasang surut air sungai, ada yang mengumpulkan para warga, ada yang menjaga persediaan logistik di lokasi evakuasi. Ada yang bertugas memetakan lokasi pengungsian sekaligus menjadi petugas komunikasi luar. Kami bahkan memiliki operator radio komunikasi,” kata Nasril Sakerebau, juru peta lokasi pengungsian.

Sayangnya, Pemerintah Kabupaten Mentawai justru tidak sesiap siaga warga Maguiruk. Sejak Selasa, Masril terus menyalakan radio komunikasi dusunnya, mencari panggilan dari Sikakap. ”Kami juga berusaha memanggil-manggil dusun yang lain, tidak ada jawaban. Kami memonitor frekuensi Mentawai 11 setiap pukul 08.00-10.00, pukul 14.00-17.00, dan pukul 20.00-22.00, tetapi frekuensi itu selalu kosong,” keluh Masril.

Sabtu lalu, enam warga Dusun Tumalei datang ke Maguiruk untuk membeli makanan. Baru ketahuan, ternyata 43 rumah di dusun itu habis diterjang tsunami.

Panatua Perdamaian pun mengeluhkan lambatnya bantuan pangan bagi dusunnya. ”Sebagai dusun siaga bencana, kami telah siap terhadap segala kemungkinan. Tapi, kesediaan pangan bagaimana?” kata Perdamaian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com