Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mancung Bukan Hidung Ideal

Kompas.com - 05/11/2010, 13:35 WIB

DI Indonesia, orang-orang yang berhidung pesek atau kurang mancung memilih operasi hidung demi meninggikan sang hidung agar tampil lebih menarik. Nah, di Iran banyak orang justru menjalani operasi hidung agar tidak terlalu mancung dan lebih ramping.

Jadi, selama perjalanan bersama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata ke Iran, akhir September lalu, kami biasa menyaksikan mereka yang habis operasi hidung, baik laki-laki maupun perempuan, beraktivitas di tempat umum lengkap dengan hidung tertutup plester.

Tempelan plester di hidung seolah menyerukan kepada publik bahwa mereka telah menjalani operasi plastik untuk membenahi hidung. Keluar dari ruang operasi, mereka tanpa ragu memamerkan plester pembalut hidung. Mereka menganggapnya sebagai plester kehormatan, mengingat operasi hidung menjadi impian banyak warga Iran. Mereka bangga sekali dengan adanya tempelan plester itu.

Plester itu bak simbol status karena semula hanya orang-orang berduit yang mampu menjalani operasi hidung. Alhasil, ada sebagian orang tidak mampu yang nekat memplester hidungnya agar dianggap telah menjalani operasi hidung. Jadilah, mereka membiarkan plester hidung palsu itu melekat hingga bertahun-tahun.

Sering kali tempelan plester itu mendatangkan obrolan panjang. Ada yang bertanya soal dokter, di mana, berapa lama waktu operasi, dan tentu saja biayanya. Tidak ketinggalan pertanyaan tentang sakit tidaknya hidung yang dioperasi.

Padahal, tanpa operasi hidung pun umumnya orang-orang Iran bertampang menarik. Mudah sekali menemukan laki-laki ganteng dan perempuan cantik. Sebagai bangsa ras Aria, mereka dikaruniai mata lebar, kulit berwarna terang, dan profil menawan. Di negeri itu, malah susah mencari orang yang bertampang ala kadarnya.

Kurang puas Namun, rupanya mereka masih kurang puas dengan penampilan fisik tersebut. Mereka tetap ingin tampil lebih rupawan. Bagi mereka, kekurangan utama adalah hidung. Tidak dapat dimungkiri, hidung mereka memang terlalu mancung dan banyak yang kurang ramping. Hidung mereka rata-rata lebih besar ketimbang orang-orang Eropa, apalagi bagi orang-orang Asia lainnya. Bahkan, banyak yang berhidung betet.

Dalam literatur klasik Iran, yang semuanya karya para pujangga laki-laki, perempuan cantik adalah mereka yang berambut hitam ikal, mulut kecil, alis panjang bak busur, mata besar laksana biji buah almond, hidung mungil, dan pinggang sangat ramping.

Sejak televisi dan film Barat menayangkan bintang-bintang cantik serta menawan, standar kecantikan di negeri itu pun perlahan bergeser. Bagi mereka, wajah seperti para bintang itulah kecantikan yang sempurna. Jadi, mereka ingin memiliki wajah seperti para bintang itu. Wajah dengan hidung mungil seperti yang digambarkan dalam karya sastra klasik mereka.

Menurut mereka, hidung ideal adalah yang ramping dan lebih kecil. Tidak jauh dari penampilan artis-artis Hollywood, boneka Barbie, atau wajah-wajah rupawan di majalah-majalah fashion Barat. Alhasil, mengurangi ukuran hidung dianggap sebagai solusi tepat dalam memperindah penampilan.

Saking banyaknya pasien operasi hidung, Iran secara tidak resmi dinobatkan sebagai ibu kota operasi hidung dunia. Mengalahkan Brasil dan Amerika Serikat. Di negeri itu, diperkirakan ada 100.000 operasi hidung tiap tahun.

Pada tahun 2006, misalnya, di Teheran tercatat ada 35.000 operasi hidung. Bandingkan, pada tahun yang sama, di seluruh Inggris hanya ada 6.000 operasi hidung.

Itu sebabnya profesi dokter bedah plastik dengan spesialisasi hidung dan wajah menduduki peringkat atas penghasil uang paling banyak. Di Teheran saja, ada 3.000 dokter bedah plastik yang membuka praktik. Setiap hari seorang dokter mengoperasi dua-tiga hidung. Namun, ada pula dokter tanpa kualifikasi memadai yang nekat terjun sebagai dokter bedah hidung.

Bisa ditebak, departemen kehakiman mau tidak mau lebih aktif dalam hal penanganan kasus malapraktik. Antara tahun 2001 dan 2004, ada 2.715 kasus malapraktik yang berbuntut pencabutan lisensi 459 dokter dan penangguhan izin 21 dokter lainnya.

Walau demikian, tetap saja peminat operasi hidung tidak berkurang. Mereka rela mengeluarkan uang antara 3.000 dollar AS dan 5.000 dollar AS untuk sekali operasi. Bahkan, di negara tersebut tersedia kredit operasi hidung untuk membantu nasabah mempercantik wajahnya.

Jumlah 3.000 dollar AS-5.000 dollar AS itu kira-kira 30 persen-50 persen dari pendapatan per kapita Iran yang 10.939 dollar AS menurut data Dana Moneter Internasional 2009 atau 11.575 dollar AS menurut data Bank Dunia 2009.

Ambisi penduduk Iran atas operasi hidung mungkin terkait dengan kewajiban menutup seluruh tubuh, terutama bagi kaum perempuan. Mereka tidak boleh memperlihatkan rambut dan lekuk tubuh. Mereka hanya dapat mempertontonkan wajah. Wajar kiranya mereka menganggap kurang indah jika hidung yang terlihat orang lain berbentuk besar dan bengkok.

Selain mempercantik wajah, hidung yang bagus juga aksesori tepat untuk hijab alias busana tertutup plus kerudung di kepala. Bagi mereka, bagian wajah yang paling terlihat adalah hidung. Bukan mata, karena umumnya mereka bermata besar dan indah. Di negeri tersebut operasi plastik lain, seperti tummy tuck untuk merampingkan perut, tidak populer.

Banyak orangtua yang memberi hadiah kelulusan berupa operasi hidung bagi anaknya yang berhasil menyelesaikan sekolah, ujian masuk perguruan tinggi, atau kuliah.

Niloovar, rekan kami yang jelita di Teheran, juga tetap ingin memperbaiki hidungnya. Padahal, bagi kami, dilihat dari segala sisi dia cantik. ”Hidung saya terlalu tinggi. Kelak saya ingin operasi. Kalau sekarang, saya masih takut,” katanya.

Di Iran, operasi hidung bukan hal terlarang. Alasannya, menjadi cantik tidak dilarang dalam Islam.

Tergila-gila kosmetik Selain operasi hidung, perempuan Iran boleh dibilang tergila-gila dengan make up. Jarang sekali bertemu perempuan Iran yang berwajah polos tanpa riasan. Hanya para nenek yang umumnya membiarkan wajah mereka tanpa polesan kosmetik.

Padahal, di Iran, berkosmetik menor merupakan hal terlarang. Perempuan yang memakai riasan tebal bisa didenda, bahkan ditangkap polisi yang berpatroli di jalan. Untuk menyiasatinya, mereka memakai warna muda, natural, atau cenderung warna-warna pucat yang dioleskan lumayan tebal.

Waktu kami memasuki butik, mudah sekali menemukan perempuan yang sibuk melapis maskara atau lipstik di depan cermin. Padahal, olesan maskara di bulu matanya masih sangat tebal dan lipstiknya belum pudar.

Ketika Revolusi Islam tahun 1979, make up merupakan hal terlarang. Setelah Perang Iran-Irak pada era 1980-1988 usai, larangan berkosmetik dicabut. Tentu saja kaum perempuan di sana begitu gembira. Alhasil, Iran kini menjadi pasar nomor dua terbesar untuk kosmetik di kawasan Timur Tengah, bahkan nomor tujuh terbesar di dunia.

Berdasarkan survei lembaga riset ekonomi swasta di Iran, TMBA, penduduk Iran membelanjakan 2,1 miliar dollar AS per tahun hanya untuk kosmetik. Jumlah itu sama dengan 29 persen untuk pangsa pasar Timur Tengah, nomor dua setelah Arab Saudi. Hampir seluruh kosmetik di Iran hasil impor dengan dominasi merek-merek internasional terkemuka.

TMBA menyurvei 14 juta penduduk Iran berusia antara 15 dan 45 tahun yang umumnya tinggal di kota besar, seperti Teheran, Isfahan, dan Shiraz. Mereka menghabiskan rata-rata tujuh dollar AS per bulan.

Tentu saja di sana pun produk China yang lebih murah menyerbu. Untuk urusan kosmetik saja, sekitar 30 persen produk impor ilegal asal China membanjiri pasar, terutama di daerah pinggiran.

”Sekalipun sudah cantik, perempuan di mana pun ingin terlihat cantik, termasuk di Iran,” kata Elena Tajik, karyawan di salah satu biro perjalanan wisata di Teheran.

Menjadi cantik adalah hal yang tinggi dalam budaya Persia alias Iran zaman dulu. Sampai-sampai ada pepatah ”bunuhlah aku, tetapi jadikanlah aku cantik”.

Wah..., rela mati demi terlihat cantik! (TIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com