Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengasuh Anak dengan HIV

Kompas.com - 26/12/2010, 03:00 WIB

Oleh Dr Samsuridjal Djauzi

Saya bekerja di bank dan istri usaha di rumah. Kami dua kali punya kesempatan untuk mengangkat anak, tetapi istri saya merasa belum cocok. Bulan lalu kami bertemu dengan seorang anak berumur 8 bulan yang diasuh oleh seorang ibu. Istri saya langsung jatuh hati kepada anak tersebut. Saya mendukung. Tapi kemudian setelah pendekatan lebih dalam, ternyata anak tersebut mengidap HIV. Saya menjadi ragu apakah kami akan mampu mengasuhnya dengan baik.

Saya segera mencari informasi mengenai anak dengan HIV. Saya berusaha memahami dampak HIV pada pertumbuhan anak serta risiko penularan bagi kami yang mengasuhnya. Menurut apa yang saya baca, anak tertular HIV dari ibunya. Ibu hamil yang positif HIV berpotensi menularkan HIV kepada bayi yang dilahirkannya. Untunglah dewasa ini, katanya, sudah ada cara pencegahan sehingga ibu hamil positif HIV dapat dicegah agar tak menularkan HIV kepada anaknya.

Saya memahami bahwa anak dengan HIV harus minum obat ARV terus-menerus secara teratur. Namun, saya ingin menanyakan bagaimana pertumbuhan anak tersebut. Apakah dia dapat diimunisasi seperti anak lainnya? Bagaimana jika bermain dan sekolah? Apakah dia dapat bersekolah di sekolah umum?

Jika sudah dewasa kelak, apakah dia dapat menikah dan punya anak? Apakah kami dapat berobat ke dokter umum atau harus berobat kepada dokter anak yang terlatih untuk pengendalian HIV anak tersebut? Apakah obat ARV untuk anak sama dengan untuk orang dewasa dan mendapat subsidi penuh dari pemerintah? Terima kasih atas penjelasan dokter.

M di J

Pada tanggal 12 Desember 2010 yang lalu dalam rangka Hari AIDS Sedunia, Pokdisus AIDS FKUI/RSCM mengadakan talkshow mengenai sekolah untuk anak dengan HIV. Kebetulan saya diundang sebagai pembicara bersama dengan Dra Rina Mulyati (Guru SMK 27 Jakarta); Ibu Indah yang mengasuh anak dengan HIV; dan Yudi Octaviadi, pengurus yayasan Syair Sahabat. Menurut Dr Nia Kurniati, spesialis anak di RSCM, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM telah melayani sekitar 400 anak dengan HIV.

Perjalanan infeksi HIV pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Pada orang dewasa terinfeksi HIV setelah 5-10 tahun barulah timbul infeksi oportunistik. Namun, pada anak, dalam beberapa bulan saja infeksi oportunistik sudah terjadi. Karena itu, diagnosis HIV pada anak harus ditegakkan cepat, begitu pula terapinya harus segera diberikan. Kalau tidak, penyakit menjadi berat dan dapat mengancam jiwa anak. Obat ARV baik untuk orang dewasa dan anak ditanggung penuh oleh pemerintah.

Anda benar bayi tertular HIV dari ibunya. Ibu hamil yang positif HIV berisiko menularkan kepada bayinya sekitar 35 persen. Untunglah sekarang ada upaya pencegahan, yaitu dengan cara memberi obat ARV pada ibu hamil yang positif HIV, melakukan operasi sectio caesaria, serta memberikan susu formula. Jika ketiga upaya ini dapat dilakukan dengan lengkap, risiko menjadi amat rendah, yaitu hanya sekitar 2 persen.

Menurut estimasi para pakar, sekitar 900 ibu hamil di Indonesia positif HIV. Angka ini amat kecil dibandingkan dengan jumlah ibu hamil di Indonesia yang setiap tahun dapat mencapai sekitar 4 juta orang. Namun, dokter menganjurkan kepada ibu hamil selain memeriksakan tekanan darah, gula darah, hepatitis B, sekarang juga ada baiknya ditambah HIV.

Penularan HIV

Di Poliklinik UPT AIDS RS Cipto Mangunkusumo sampai akhir bulan lalu terdapat sekitar 5.000 orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jumlah ODHA perempuan mencapai 24 persen. Dari hasil wawancara, ternyata sekitar 84 persen tertular HIV dari suami. Jadi, HIV telah masuk ke rumah tangga kita. Jadi, kita tak dapat lagi mengatakan bahwa kita jauh dari HIV, HIV hanya pada kelompok yang berperilaku tidak baik.

Saya bangga dengan keputusan Anda untuk mengasuh anak dengan HIV.

Mengasuh anak dengan HIV tak banyak beda dengan anak lain, kecuali jika anak tersebut terkena infeksi oportunistik. Karena itu, kita harus menjaga agar obat ARV dapat diminum secara benar dan teratur. Perlu pengawasan dan bujukan orangtua agar anak mau meminumnya. Pertama-tama sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter spesialis anak, selanjutnya boleh saja dengan dokter keluarga Anda.

Pada umumnya imunisasi dapat diberikan seperti anak lain, tetapi sebaiknya Anda bahas dengan dokter anak Anda. Kementerian Pendidikan Nasional tahun ini menjadi panitia untuk Hari AIDS Sedunia di Indonesia. Kebijakan kementerian ini jelas pendidikan adalah hak semua orang dan anak dengan HIV berhak untuk sekolah di sekolah biasa. Anda tentu sudah memahami bahwa tak mungkin terjadi penularan HIV di sekolah karena penularan HIV hanya terjadi melalui hubungan seksual tak aman, penggunaan jarum suntik bersama di kalangan pengguna narkoba suntikan, dan dari ibu hamil positif ke bayinya. Penularan melalui transfusi sudah hampir tak ada lagi karena sejak tahun 1992 PMI telah melakukan skrining darah yang akan ditransfusikan.

Sampai saat ini sepanjang pengetahuan saya sudah ada anak dengan HIV yang duduk di kelas 8. Prestasi belajarnya sama saja dengan anak lain. Pada umumnya pihak sekolah tidak tahu bahwa anak tersebut dengan HIV. Meski ada juga orangtua yang menitipkan pada salah seorang guru yang dapat dipercaya bahwa anaknya HIV, dengan maksud jika jatuh sakit dapat segera menghubungi orangtuanya.

Anak dengan HIV dapat tumbuh menjadi dewasa, berkeluarga, dan punya anak. Pemerintah juga melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mempunyai kebijakan untuk tidak mendiskriminasi pekerja dengan HIV. Jadi, pada tatanan kebijakan semua positif mendukung anak tumbuh kembang dan menjadi anggota masyarakat yang produktif. Tinggallah kita sebagai anggota masyarakat menunjukkan sikap yang positif pula. Jangan karena ketidaktahuan, kita menzalimi anak dengan tidak mengizinkannya bersekolah bersama anak kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com